Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin menyebut kasus dugaan penggelapan dana oleh pengurus Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) harus mendorong lembaga sosial berlandaskan ajaran Islam untuk makin transparan.Jadi, nanti laporan-laporan keuangannya agar lebih terbuka sehingga tidak ada lagi dugaan-dugaan.
"Saya kira lembaga sosial Islam yang terpercaya itu banyak, ini ACT 'kan salah satu saja. Ini tidak boleh kemudian menghilangkan kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu, kita mengingatkan kepada lembaga-lembaga seperti ACT ini harus lebih transparan, ya," kata Wapres Ma'ruf Amin seusai menjadi pembicara kunci pada acara Energy Transition Working Group (ETWG) G20 Seminar Series di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Rabu.
Menurut Wapres Ma'ruf, dengan transparansi, masyarakat akan lebih percaya pada lembaga-lembaga tersebut.
"Jadi, nanti laporan-laporan keuangannya agar lebih terbuka sehingga tidak ada lagi dugaan-dugaan," tambah Wapres.
Wapres mengatakan bahwa Pemerintah sedang berupaya untuk membangun lembaga semacam wakaf dengan pengurus yang telah tersertifikasi.
Ia memandang perlu nazir-nazir wakaf yang mengelola wakaf perlu mengikuti pelatihan pelatihan, sertifikasi, dan kemampuan mengelola. Selain itu, juga saluran yang melalui lembaga yang terpercaya sehingga semuanya terus terbuka.
"Jadi, saya pikir kepercayaan masyarakat, apalagi ini dikelola oleh Pemerintah, wakaf sukuk, wakaf, kemudian juga perbaikan iklim, energi terbarukan semua akan transparan, terbuka karena dikelola oleh Pemerintah," jelas Wapres.
Apalagi, lanjut Wapres, negara-negara Timur Tengah, seperti Kuwait, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, dan Mesir juga memiliki lembaga wakaf yang banyak.
"Juga memiliki properti, nah ini yang bisa dikembangkan di Indonesia, potensinya sebenarnya besar tetapi belum terorganisasi dengan baik sehingga kita ke depan membenahi organisasi. Selain efektif dalam pengumpulan penggunaan, juga bisa terkontrol dengan baik," ungkap Wapres.
Baca juga: Polri sita 56 unit kendaraan terkait kasus ACT
Baca juga: Pakar: Kasus penyelewengan dana ACT karena kurangnya pengawasan
Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri telah menetapkan empat tersangka dalam kasus penggelapan dalam jabatan di Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Keempat orang tersebut adalah Ahyudin pada saat tindak pidana terjadi menjabat sebagai pendiri, ketua pengurus/presiden yayasan ACT periode 2005—2019 dan ketua pembina pada tahun 2019—2022; Ibnu Khajar sebagai Ketua Pengurus Yayasan ACT 2019 hingga saat ini; Hariyana Hermain sebagai pengawas yayasan ACT pada tahun 2019 dan anggota pembina pada tahun 2020 sampai saat ini; terakhir Novariadi Imam Akbari sebagai anggota pembina yayasan ACT periode 2019—2021 dan ketua pembina periode Januari 2022 sampai saat ini.
Keempatnya diduga melakukan pidana dan/atau penggelapan dalam jabatan dan/atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dan tindak pidana informasi dan/atau tindak pidana yayasan dan/atau tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Wadireksus Bareskrim Polri Kombes Pol. Helfi Assegaf menyebut para tersangka menerima dana dari Boeing untuk dana CSR ahli waris korban kecelakaan pesawat JT-610 yang terjadi pada tahun 2018.
ACT menerima dana dari Boeing senilai Rp138 miliar, kemudian untuk program yang telah dibuat sekitar Rp103 miliar, sisanya Rp34 miliar digunakan tidak sesuai peruntukannya.
Pengurus ACT, Ahyudin, Ibnu Khajar, Heriyana Hermain, dan Novriandi Imam menggunakan dana sisa dari Boeing untuk keperluan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, yaitu pengadaan armada truk, kurang lebih Rp2 miliar, untuk program big food bus Rp2,8 miliar, kemudian pembangunan Pesantren Peradaban Tasikmalaya sebesar Rp8,7 miliar.
Selain itu, untuk Koperasi Syariah 212 kurang lebih Rp10 miliar, untuk dana talangan CV CUN Rp 3 miliar, dan dana talangan PT MBGS Rp 7,8 miliar sehingga totalnya Rp34,6 miliar.
Ahyudin dan rekannya juga melakukan pemotongan donasi dana masyarakat (umat) yang dikelola ACT sebesar 20—23 persen. Adapun besaran gaji yang diterima pengurus ACT untuk Ahyudin sebesar Rp400 juta, Ibnu Khajar Rp150 juta, Hariyana Hermain Rp50 juta, dan Novariadi Rp100 juta.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022