IRENA: Krisis Ukraina percepat transisi energi

27 Juli 2022 19:42 WIB
IRENA: Krisis Ukraina percepat transisi energi
Direktur Jenderal IRENA Francesco La Camera dalam sebuah wawancara di sela kunjungan kerjanya di Jakarta, Rabu (27/7/2022). ANTARA/Sugiharto purnama.

Ketika kita melihat transisi energi, kita melihat cukup jelas bahwa beralih ke sistem energi bersih berbasis energi terbarukan baik untuk lingkungan

Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) memandang krisis energi yang terjadi di Ukraina akibat konflik geopolitik dengan Rusia mempercepat transisi energi menuju sistem energi yang lebih bersih dan terdesentralisasi.

Direktur Jenderal IRENA Francesco La Camera mengatakan Ukraina mencoba mencari rute alternatif untuk kebutuhan gas mereka. Dalam beberapa kasus, mereka menghidupkan kembali PLTU batu bara untuk menanggapi tuntutan pengkondisian energi dan pemanas guna menghadapi musim dingin yang segera tiba.

"Ketika kita melihat transisi energi, kita melihat cukup jelas bahwa beralih ke sistem energi bersih berbasis energi terbarukan baik untuk lingkungan. Hal ini juga sejalan dengan Kesepakatan Paris," ujarnya dalam wawancara di sela kunjungan kerja di Jakarta, Rabu.

Francesco menuturkan investasi untuk energi terbarukan dapat memberikan dampak yang lebih besar terhadap produk domestik bruto. Selain itu, investasi energi terbarukan juga menyediakan lebih banyak lapangan pekerjaan.

Ia mengungkapkan bahwa krisis Ukraina yang terjadi saat ini menempatkan argumen kuat politik dalam mendukung transisi energi, yakni argumen untuk lebih mandiri dari bahan bakar fosil.

"Saya pikir krisis Ukraina dalam beberapa hal adalah titik kritis yang menunjukkan krisis tak terelakkan dari sistem energi lama yang terpusat dan berbasis bahan bakar fosil. Kita mungkin sudah melihat bahwa upaya untuk lebih mandiri telah terlihat dalam forum G7," terang Francesco.

Sebelumnya, para menteri iklim dan energi negara-negara industri yang tergabung dalam forum G7 telah berkomitmen menghentikan penggunaan energi fosil pada tahun 2035, dan menggunakan 100 persen setrum bersih.

IRENA melihat pengembangan energi terbarukan Uni Eropa yang tertuang melalui paket Fit for 55 adalah kebijakan yang ambisius, karena Fit for 55 menargetkan benua itu menjadi kawasan netral iklim pada tahun 2050.

Francesco menilai bahwa Uni Eropa menanggapi krisis dengan cepat beralih ke sistem energi yang terdesentralisasi, seperti mencari hidrogen, hidrogen hijau, dan juga mencari lebih banyak energi terbarukan untuk lebih mandiri dan mampu menghadapi krisis energi.

"Pada akhirnya, krisis Ukraina akan mempercepat jalur transisi energi menuju sistem energi yang lebih bersih dan terdesentralisasi," pungkas Francesco.

IRENA telah merilis data terbaru yang menunjukkan bahwa energi terbarukan terus tumbuh dan mendapatkan momentum di tengah ketidakpastian global.

Pada 2021, kapasitas pembangkit listrik terbarukan global tercatat sebesar 3.064 gigawatt, meningkatkan stok energi terbarukan sebesar 9,1 persen.

Meskipun tenaga air mendominasi dari total kapasitas pembangkit energi terbarukan global dengan kapasitas 1.230 gigawatt, namun tenaga surya dan angin terus mendominasi kapasitas pembangkit baru.

Energi surya dan angin berkontribusi 88 persen terhadap pangsa semua kapasitas pembangkit baru energi terbarukan pada tahun 2021. Kapasitas tenaga surya memimpin dengan peningkatan 19 persen, lalu diikuti oleh energi angin yang meningkatkan kapasitas pembangkit sebesar 13 persen.


Baca juga: Menteri ESDM tekankan komitmen RI bertransisi menuju energi bersih
Baca juga: PLN: 50 persen tambahan kapasitas pembangkit listrik 2030 berbasis EBT
Baca juga: Kadin tekankan pentingnya transisi energi pada sektor industri

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022