Ada sejumlah individu yang mengorbankan waktu dan tenaga sebagai panitia, ada pula atlet yang terus berlatih untuk mengharumkan nama negara dan menyumbangkan medali kepada Merah Putih.
Sartono, pria asli Solo, Jawa Tengah, adalah salah satu sosok yang ikut berpartisipasi menyukseskan ajang olahraga regional Asia Tenggara untuk atlet penyandang disabilitas di tanah kelahirannya tersebut
Ayah satu anak ini bukan-lah atlet, bukan pula panita. Ia adalah seorang terapis pijat tunanetra yang ikut berpartisipasi menyukseskan ajang olahraga multieven dua tahun sekali itu.
Dengan kepekaan indera perabanya yang terlatih, pria berusia 48 tahun itu terampil memainkan jari jemarinya dan memberikan relaksasi kepada setiap orang yang menikmati pijatannya.
Keterlibatan Sartono di ajang olahraga internasional itu membuktikan bahwa meski bukan atlet, ia bisa berkontribusi dengan caranya sendiri melalui keterampilannya memijat.
Baca juga: ASEAN Para Games Solo, perjuangan untuk kesetaraan
Baca juga: Masyarakat antusias saksikan ASEAN Para Games 2022 di Solo
Selanjutnya: Sartono adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Sehari-harinya, Sartono adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah sejak 2006.
Namun, ia memiliki keterampilan memijat sehingga kesempatan Solo menjadi tuan rumah ASEAN Para Games yang berlangsung 30 Juli hingga 6 Agustus 2022 tidak dilewatkan penggemar batik itu.
Berbekal relasi pertemanan baik sesama penyandang tunanetra dan lingkungan tempatnya bekerja, panitia Indonesia ASEAN Para Games Organizing Committee (INASPOC) menggandeng Sartono menjadi terapis pijat.
Selain Sartono, ada juga terapis pijat lain yakni Sugeng yang merupakan anak didik Sartono di Rumah Pelayanan Sosial yang diasuh Dinas Sosial Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Sartono dan Sugeng khusus melayani awak media yang bertugas melakukan peliputan di ASEAN Para Games, mulai pukul 09.00-20.00 WIB.
Sejak pagi, Mereka sudah bersiap di ruang relaksasi di Media Center ASEAN Para Games untuk memberikan pijatan kepada para wartawan.
Di ruangan relaksasi itu tersedia dua kursi untuk pijat dan lima kursi pijat otomatis yang disediakan bagi awak media.
Satu per satu para wartawan mendatangi ruangan tersebut untuk merasakan pijatan Sartono dan Sugeng tanpa dipungut biaya.
Terkadang untuk jam tertentu, misalnya saat pagi dan sore hari, pengunjung harus antre untuk merasakan sensasi pijat.
Jari jemari mereka terlihat kokoh dan kuat, menandakan bahwa mereka bukan orang baru menjadi terapis pijat.
Para pengunjung bisa juga mengungkapkan keluhan yang dirasakan misalnya pegal-pegal, maka tangan Sartono akan mencari titik-titik untuk merelaksasi otot.
Tak perlu teknik khusus kalau keluhan hanya sebatas pegal atau tegang otot.
Agar lebih efektif dan efisien, mereka membagi durasi pijat per orang yakni 15 menit.
Adapun keluhan yang ditangani adalah pegal-pegal dan kaku otot karena faktor kesibukan pekerjaan atau salah posisi duduk ketika bekerja.
Selanjutnya: Terlatih sejak 2004
Terlatih sejak 2004
Sartono menekuni dunia pijat sebelum ia menjadi abdi negara. Ia mengawali menjadi terapis pijat ketika belajar di salah satu tempat kursus yang ketika itu diakomodasi Dinas Kebudayaan Jawa Tengah pada 2004.
Selama beberapa bulan, Sartono mengaku dilatih sebagai seorang terapis termasuk penyembuhan secara herbal.
Selain itu, ia juga belajar terapi pijat meridian yakni menekan titik-titik tertentu yang bisa berhubungan dengan bagian tubuh lain.
Penekanan terhadap titik-titik tertentu itu bisa menyembuhkan gejala kelelahan seperti pegal dan tegang otot.
Ia juga mendapat materi terkait anatomi tubuh hingga teknik pijatan bergelombang.
Saat ini, keterampilan yang ia miliki sudah diajarkan kepada para murid yang juga penyandang tunanetra di Rumah Pelayanan Sosial yang diasuh Dinas Sosial Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Sebanyak 45 penyandang tunanetra
yang masih berusia produktif yakni 15 hingga 45 tahun mengikuti pelatihan tersebut.
Sartono yang memiliki kemampuan di bidang musik.juga aktif dalam kegiatan sosial di antaranya memberikan layanan pijat sukarela salah satunya kepada para pengungsi di Asrama Haji Donohudan, Solo.
Sejumlah awak media yang mencoba layanan terapi pijat mengapresiasi keterampilan Sartono dan Sugeng.
Di hari pertama praktik pijat dibuka, sebanyak 16 orang awak media merasakan pijatan kedua terapi pijat tunanetra itu. Tak hanya wartawan lokal, wartawan dari negara tetangga seperti Malaysia pun ikut menikmati pijatan Sartono.
Angga, salah satu wartawan media daring nasional mengaku lebih bugar setelah ikut menikmati jari jemari Sartono yang langsung mengenai titik pegal yang ia rasakan usai melaksanakan tugas peliputan.
Begitu juga dengan awak media lainnya yakni Yudi juga mengakui keterampilan terapis tunanetra itu sekaligus mengapresiasi panitia INASPOC yang mengakomodasi layanan tersebut.
Sartono berharap selain membantu memulihkan kebugaran tubuh para wartawan, kegiatan memijatnya itu sekaligus bisa menjadi bagian untuk sosialisasi bahwa meski menyandang disabilitas, ia masih memiliki semangat untuk berkontribusi mendukung agenda negara.
“Teman difabel ada yang berkiprah di olahraga, kalau saya berkiprah sesuai kemampuan bidang pijat. Semua orang punya bakat yang positif bisa dikontribusikan,” kata Sartono.
Sartono telah membuktikan bahwa di ajang ASEAN Para Games 2022 ini, tak hanya para atlet yang bisa mengharumkan negara, tapi siapapun juga bisa berkiprah sesuai keterampilan masing-masing.
Baca juga: Wapres Ma'ruf Amin terbang ke Solo buka ASEAN Para Games 2022
Baca juga: Pelatih puji fasilitas lengkap Solo dukung prestasi atlet difabel
Baca juga: ASEAN Para Games 2022 pelepas dahaga Hafizh usai nyaris frustrasi
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2022