• Beranda
  • Berita
  • BKKBN: Remaja jadi faktor penentu turunkan angka kematian ibu

BKKBN: Remaja jadi faktor penentu turunkan angka kematian ibu

1 Agustus 2022 17:55 WIB
BKKBN: Remaja jadi faktor penentu turunkan angka kematian ibu
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo saat ditemui ANTARA dalam Peluncuran Family Planning 2030 di Jakarta, Senin (1/8/2022). (ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menekankan bahwa remaja menjadi faktor penentu negara bisa menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) guna mencapai bonus demografi pada tahun 2045.

“Jadi, kalau produktivitas, seperti yang United Nations Population Fund sampaikan, kita di Indonesia ini adalah adolescence (remaja) menjadi faktor penentu,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo saat ditemui ANTARA usai Peluncuran Family Planning 2030 di Jakarta, Senin.

Hasto mengemukakan suksesnya Indonesia membangun remaja menjadi generasi yang produktif dan memiliki pengetahuan kesehatan reproduksi, dapat mewujudkan penduduk berkualitas.

Baca juga: BKKBN: Hindari kehamilan tidak diinginkan cegah kematian ibu

Remaja yang sehat, melalui pengetahuan kesehatan reproduksi akan memahami bahwa pernikahan anak di bawah usia 19 tahun dapat berakibat fatal bagi seorang ibu, karena belum mampunya tubuh untuk memasuki masa kehamilan atau besarnya risiko terkena anemia.

Kelahiran anak dalam keadaan kerdil (stunting) juga dapat dicegah, karena kesehatan tiap remaja perempuan dibangun dan dipersiapkan terlebih dahulu agar tak terjadi saling berebut gizi dengan bayi yang dikandung ataupun kematian akibat depresi karena belum siap menjadi orang tua.

Selain itu, bila para remaja sejak usia muda dapat tumbuh dengan sehat, produktivitas masyarakat dalam membangun negara di berbagai sektor kehidupan dapat meningkat. Hal itu juga dapat menekan beban negara dalam memberikan bantuan pada penduduk yang tidak produktif seperti lansia saat memasuki masa tuanya.

“Jadi, ketika remaja ini sukses, tidak menikah usia muda, tidak putus sekolah, kemudian dia tidak sering hamil, jumlah anaknya tidak terlalu banyak, akhirnya hari tua percaya diri. Tapi, kalau anaknya banyak, jaraknya dekat-dekat, stuntingnya tinggi, kematian ibu tinggi, kematian anak tinggi, maka terjadi mis-bonus demografi,” ucap Hasto.

Hasto menekankan agar setiap penduduk di Indonesia utamanya para remaja yang menjadi kunci pembangunan, harus sudah mulai membiasakan diri untuk menata perencanaan bila ingin membangun keluarga.

Baca juga: UNFPA: 60 persen kehamilan tak direncanakan berujung aborsi

Baca juga: BKKBN: Pernikahan dini tingkatkan angka kematian ibu dan bayi

Sebab, dengan berencana, semua keluarga di Indonesia dapat mencegah kehamilan yang tak diinginkan, yang memiliki potensi besar terjadinya kematian ibu, sekaligus meraih bonus demografi yang tidak bisa dilewatkan.

“Jadi, kalau anaknya sudah ada laki-laki dua, anda (mau) punya anak tiga, karena belum punya anak perempuan. Ini biasanya untuk pertumbuhan penduduk tumbuh seimbang (dianggap) begitu. Sehingga, arahan Pak Menko PMK, Pak Presiden saat di Medan dan Pak Wakil Presiden (minta sebaiknya) hanya antara dua sampai tiga (anak per keluarga) kira-kira begitu,” ujar dia.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022