Delegasi DPR RI bersama dengan Kedutaan Besar RI di Tokyo, Jepang, membahas isu perdagangan karbon (carbon trade), sekaligus mempromosikan FOLU Net Sink 2030 serta paradigma baru manajemen kehutanan Indonesia kepada Jepang di Tokyo, Jepang, Senin.Untuk berbicara soal masalah carbon trade itu tidak hanya dibahas antara parlemen dengan Kementerian Kehutanan saja, ini tema besar
Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel selaku Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan saat memimpin delegasi DPR RI di Tokyo, Jepang, Selasa, menjelaskan bahwa masalah perdagangan karbon tidak hanya dibahas antara parlemen dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan saja.
"Untuk berbicara soal masalah carbon trade itu tidak hanya dibahas antara parlemen dengan Kementerian Kehutanan saja, ini tema besar," katanya dalam keterangan pers di KBRI Tokyo, Jepang, Senin.
Rachmat menyampaikan isu mengenai perdagangan karbon harus dibahas lintas kementerian maupun juga lintas komisi di parlemen.
"Oleh karena itu saya datang (ke Jepang) didampingi kawan-kawan parlemen baik Komisi IV, VI dan XI DPR RI," katanya.
Harapannya, usai kunjungan kerja tersebut, persoalan mengenai perdagangan karbon dapat dibahas lebih intensif dan selaras di parlemen.
Sebab, menurutnya, berdasarkan masukan dari investor, selama ini penanganan masalah perdagangan karbon oleh Indonesia cenderung dilakukan kurang terkoordinasi, sehingga menimbulkan ketidakpastian investasi.
Oleh karena itu, kata Rachmat, pihaknya akan segera mendiskusikan persoalan perdagangan karbon dengan kementerian terkait guna mengatasi persoalan yang ada.
Duta Besar RI untuk Jepang dan Negara Federasi Mikronesia Heri Akhmadi mengatakan kegiatan perdagangan dalam bidang kehutanan untuk Indonesia dan Jepang memang sangat meningkat, tidak hanya dari produk kayu tapi juga investasi bidang kehutanan antara lain dalam pengelolaan hutan-hutan Indonesia.
"Apalagi, Jepang-Indonesia sudah sepakat bekerja sama dalam penurunan karbon dunia, sehingga diskusi kali ini untuk memperkenalkan FOLU Net Sink 2030 kepada komunitas Jepang," kata Heri.
Dia menyampaikan pengenalan atau sosialisasi FOLU Net Sink 2030 kepada komunitas Jepang penting, sebab persoalan karbon tidak bisa hanya mengandalkan pembiayaan dalam negeri melainkan juga investasi luar negeri.
"Karena itu kami sepakat untuk mengadakan forum ini untuk memperkenalkan FOLU Net Sink 2030 dan akan dilanjutkan juga dengan kerangka kerja sama model dalam penanaman modal di dalam bidang kehutanan," jelas Heri.
Ketua Komisi IV DPR RI Sudin menekankan untuk mendorong perdagangan karbon, maka nilai jual karbon harus ditingkatkan.
"Saya mendukung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tapi kalau nilai jual sangat minim orang akan berpikir lebih baik menebang pohon dari pada menjaga alam," ujar Sudin.
Sudin menegaskan pihaknya telah melaksanakan grup diskusi di DPR guna mencari tahu persoalan perdagangan karbon.
"Kami mau tahu di dalamnya ada apa, kewajibannya apa, haknya apa, nilai berapa, ketentuan bagaimana, audit bagaimana. Karena selama ini masalah karbon kami tidak pernah diajak bicara," jelas Sudin.
Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari (Dirjen PHL) KLHK Agus Justianto mengatakan dalam waktu dekat akan segera dibuat Peraturan Menteri LHK sebagai turunan dari Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.
Selain itu, aturan terkait pungutan atas karbon, menurutnya, juga akan diatur melalui peraturan Menteri Keuangan yang akan segera keluar.
Turut hadir dalam kunjungan delegasi DPR RI ke Jepang bersama Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel yakni Ketua Komisi IV Sudin, Anggota Komisi IV Alien Mus, Anggota Komisi VI Abdul Hakim Bafagih, Anggota Komisi VI Subardi, Anggota Komisi XI Kamrussamad serta Anggota Komisi XI Charles Meikyansyah.
Baca juga: Wakil Ketua DPR: Investasi Jepang harus perkuat ketrampilan SDM RI
Baca juga: Anggota DPR: RUU EBTKE dapat kurangi emisi karbon
Baca juga: Anggota DPR: Penerimaan pajak karbon perlu dialokasikan untuk EBT
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022