Di bawah terik cuaca Solo pagi itu, puluhan anak berkebutuhan khusus dari Sekolah Luar Biasa (SLB) Mandiri Putra, Karanganyar, Jawa Tengah, berkumpul di Stadion Manahan.Saya berterima kasih karena ada wadah tersalurkan untuk tampil. Kalau ini tidak ada, walau ada bakat, itu tidak berkembang, tidak dikenal
Mereka bukan mau bertanding, bukan juga mau berjualan di zona yang merupakan stan UMKM itu, tapi mereka menampilkan bakat dalam bidang seni.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) yang diasuh di SLB itu berasal dari latar belakang kekhususan beragam mulai dari tunagrahita, tunarungu, tunadaksa, "down syndrome", hingga autis.
Kehadiran anak-anak berkebutuhan khusus itu menunjukkan bahwa ajang olahraga multicabang terbesar di Asia Tenggara, ASEAN Para Games, di Solo itu menjadi momentum inklusif yang disiapkan pemerintah Indonesia agar dinikmati juga oleh semua orang, tak hanya eksklusif soal kompetisi olahraga.
Dengan dikomando menggunakan bahasa isyarat oleh sejumlah guru, anak-anak itu kemudian unjuk gigi, seperti Eriyanto.
Bocah tunarungu itu menampilkan bakat seni melukis menggunakan cat akrilik dengan media kain kanvas berukuran 30x40 cm
"Eriyanto ini lebih ekspresif dan imajinatif sebagai karakternya dalam melukis," kata guru seni, Muchlissina, disela kesibukannya mendampingi pelajar dari SLB yang berdiri di Desa Kauman, Kecamatan Jumapolo, Kabupaten Karanganyar.
Perlahan goresan tangan anak berusia sembilan tahun itu membentuk tokoh pewayangan Rajamala, maskot ASEAN Para Games ke-11 di Solo.
Warna-warna cerah dominan digunakan Eriyanto seperti merah, kuning dan cokelat.
Penyaluran bakat
Ajang ASEAN Para Games yang inklusif ini menjadi wadah anak berkebutuhan khusus berekspresi menyalurkan bakat.
Selain melukis, mereka juga diajak memeriahkan olahraga difabel dua tahunan itu dengan berlenggak lenggok membawa hasil karya berupa lukisan di tas.
Ajang "catwalk" itu bukan diadakan di jalan raya seperti yang viral di Jakarta atau Citayam Fashion Week, tetapi diadakan di depan stan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Satu per satu mereka bergiliran berjalan pada jalur berukuran sekitar 1x2 meter membentuk luruf L, yang dipandu oleh para guru dan diiringi beberapa lagu di antaranya milik Yura Yunita yang berjudul Tutur Batin.
Sambil melambaikan tangan, para pelajar SLB itu bergembira seakan ikut merasakan gempita ASEAN Para Games ke-11.
Bakat lain ditunjukan Wahyu dan Deswita. Dua penyandang tunagrahita ini bernyanyi memperdengarkan suara merdu mereka.
Keduanya unjuk vokal dengan diiringi irama kendang yang dimainkan pelajar sesama SLB, melantunkan lagu berjudul "Pesan untukmu".
Mereka bernyanyi dan menghibur sejumlah orang yang berada di sekitar kawasan Stadion Manahan.
Suvenir resmi
SLB Mandiri Putra menjadi satu-satunya sekolah yang memproduksi suvenir resmi ASEAN Para Games ke-11 dan menempati salah satu stan UMKM di zona C, Stadion Manahan.
Selain SLB itu, ada beberapa pelaku UMKM asal Solo yang juga mendapat label suvenir resmi ASEAN Para Games 2022.
Kepala SLB Mandiri Putra Muhammad Fajar Riyanto menjelaskan sekolahnya mendapatkan label suvenir resmi atau official merchandise dari Indonesia ASEAN Para Games Organizing Comittee (Inaspoc).
Lukisan karya anak berkebutuhan khusus itu-lah yang menjadi suvenir resmi yang dipamerkan dan dijual dalam bentuk tas kotak atau totebag dengan harga Rp30.000 per satuan.
Selain gambar Rajamala, juga ada lukisan gambar abstrak, hasil coretan pelajar SLB
yang masing-masing memiliki cerita sesuai imajinasi mereka.
"Tujuan utama kami bukan menjual, tapi mengubah paradigma masyarakat umum yang masih mendiskriminasi dengan sudut pandang berbeda. Ini kami tingkatkan nilai dari bakat anak-anak," ucap Fajar disela kesibukannya memimpin ajang unjuk bakat anak didiknya di Stadion Manahan.
Hingga hari keenam penyelenggaraan ASEAN Para Games ke11 ini, sudah lebih dari 100 totebag dengan lukisan karya pelajar SLB itu yang laku terjual.
Selain yang langsung dilukis, kreasi anak-anak itu juga ada yang dibuat dalam bentuk cetak untuk konveksi.
Gambar yang mereka buat kemudian dipindai, setelah itu dicetak di kaus dengan hasil yang lebih halus.
Selain tas dan kaus, ada mug dan pouch yang semuanya dinamakan dengan merek "DAUN" yang artinya Dari ABK Untuk Negeri.
Dana yang terkumpul dari hasil penjualan suvenir itu dikembalikan lagi untuk pengembangan bakat dan daya saing anak didik di SLB yang memiliki 45 orang siswa itu. Selain itu, juga untuk mengembangkan peralatan, sehingga mereka bisa mencetak karya sendiri yang diaplikasikan di kaus atau pakaian lainnya.
Optimisme orang tua
Para orang tua dari anak berkebutuhan khusus itu tidak menyangka anak mereka memiliki rasa percaya diri dan potensi, salah satunya Ratmi Haryono, ibu dari Aditya Nugroho.
Aditya adalah tunagrahita berusia 24 tahun merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus yang belajar di SLB Mandiri Putra.
Anaknya sempat vakum selama lima tahun karena di desanya saat itu tidak ada SLB sehingga bakatnya pun tak berkembang lebih lanjut.
"Saya berterima kasih karena ada wadah tersalurkan untuk tampil. Kalau ini tidak ada, walau ada bakat, itu tidak berkembang, tidak dikenal. Dengan diadakan ajang ini, bisa dikenal Indonesia, bahkan tingkat ASEAN," kata Ratmi dengan mata berkaca-kaca.
Aditya kini memiliki potensi di musik yakni bermain rebana. Ia juga menggemari olahraga sepakbola.
Unjuk bakat anak berkebutuhan khusus di ajang olahraga multicabang terbesar di Asia Tenggara itu menjadi penyadar bahwa setiap manusia memiliki bakat atau potensi yang bisa digali.
Bakat dan potensi yang terwadahi seperti di ajang ASEAN Para Games nan inklusif ini, terbukti bisa membangkitkan semangat dan optimisme yang menembus sekat keterbatasan.
Baca juga: Malimpa UMS manfaatkan momen APG 2022 sosialisasi ekspedisi Chimborazo
Baca juga: Pemkot Surakarta: pergelaran APG bentuk sikap inklusif negara
Baca juga: Bengkel kursi roda disediakan untuk atlet ASEAN Para Games Solo
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2022