"Lesi kulit itu yang paling tinggi sensitivitasnya jika dibandingkan dengan pemeriksaan orofaring (tenggorok)," kata Hanny Nilasari dalam konferensi pers virtual yang diikuti dari Zoom di Jakarta, Jumat.
Pernyataan itu menjawab pertanyaan wartawan terkait salah satu pasien berstatus suspek Monkeypox di Jawa Tengah yang saat ini sedang menjalani pemeriksaan lesi kulit setelah hasil pemeriksaan orofaring dinyatakan negatif.
Baca juga: Satgas: Kondisi terburuk Monkeypox bisa berujung kematian
Lesi adalah kerusakan atau ketidaknormalan setiap bagian atau jaringan di dalam tubuh.
Hanny yang merupakan dokter spesialis kulit dan kelamin itu mengatakan penelitian spesimen lesi kulit tergantung pada cara pengambilan sampel. Makin baru lesinya, maka jumlah virus terdeteksi pun semakin banyak.
"Kalau salah satu dari pemeriksaan dinyatakan positif (orofaring atau lesi kulit), itu terkonfirmasi positif Monkeypox," katanya.
Ia mengatakan prosedur pengambilan sampel pada suspek Monkeypox dilakukan di dalam kamar khusus melalui metode isolasi. Tim medis yang terlibat wajib memakai alat pelindung diri dan sesuai mekanisme tata laksana penanganan pasien.
Baca juga: Satgas IDI ingatkan jangan anggap enteng cacar monyet
"Tentu pasien akan diberi antibiotik yang sesuai jenis infeksinya. Kalau ada dehidrasi akan diberi cairan yang memadai, gizi harus diperhatikan," ujarnya.
Menurut Hanny, hingga saat ini belum ada rumah sakit rujukan pasien Monkeypox yang ditunjuk pemerintah. Saat ini yang tersedia adalah laboratorium rujukan untuk pemeriksaan sampel virus Monkeypox.
Laboratorium yang dimaksud di antaranya Laboratorium Pusat Studi Satwa Primata di Bogor dan Laboratorium Penelitian Penyakit Infeksi Prof. dr. Sri Oemijati di Jakarta.
"Kalau ada gejala, demam, manifestasi di kulit, diraba di leher ada benjolan, kita harus ke fasilitas kesehatan. Jangan diagnosis diri sendiri," katanya.
Baca juga: Satgas: Reinfeksi Monkeypox bisa terjadi saat imunitas tubuh menurun
Hanny mengatakan cacar monyet menular dengan mudah, tergantung daya tahan tubuh. "Kalau daya tahan tubuh kita baik, dan kontak tidak terlalu erat, kemungkinan kita tidak terinfeksi. Tapi kalau daya tahan tubuh lemah, tentunya harus hati-hati, kita juga bisa tertular," katanya.
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022