Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Perempuan dan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Sulsel, mengungkap masih tingginya perkawinan anak di empat kabupaten di Sulawesi Selatan pada empat tahun terakhir yaitu periode 2018 - 2021.dibutuhkan edukasi dan peran serta masyarakat
Empat daerah tersebut dengan masing-masing persentasenya yakni Kabupaten Pangkep (26,80 persen), Wajo (24,04 persen), Barru (21,11 persen), dan Tana Toraja (19,49 persen), kata Kepala DP3AP2KB Sulsel, Andi Mirna di Makassar, Rabu.
"Dibutuhkan edukasi dan peran serta masyarakat, tokoh agama, serta pemerintah dan aparat desa, untuk menekan kasus perkawinan anak," katanya.
Perkawinan anak yang dimaksud adalah perkawinan yang salah satu atau kedua pasangan berusia masih di bawah usia minimal untuk melakukan perkawinan, yaitu anak berusia di bawah 19 tahun.
"Kasus di Wajo kemarin, orangtua si anak ini sudah menerima sanksi sosial. Kami juga sudah sampaikan agar aparat desa jangan menghadiri undangan jika yang dinikahkan adalah anak di bawah umur," ujarnya di sela-sela Rapat Koordinasi Pencegahan Perkawinan Anak Tingkat Provinsi dan kabupaten/kota di Makassar.
Baca juga: KSPA Sulsel bentuk tim kerja sikapi kasus pengantin anak di Wajo
Baca juga: Koalisi Stop Perkawinan Anak Sulsel kecam EO Aisha Wedding
Di Kabupaten Wajo, DPPPA Sulsel telah melakukan penandatanganan komitmen dengan Bupati dan Forkompinda, kemudian instansi vertikal Kementerian Agama, tokoh masyarakat, kepala desa, hingga imam desa, untuk melakukan pencegahan perkawinan anak.
Andi Mirna bahkan menyebut bahwa pihaknya telah menyurat ke kabupaten/kota untuk melakukan tindakan-tindakan dalam rangka mencegah perkawinan anak.
"Nanti akan dibuatkan kembali surat edaran untuk kabupaten kota. Di situ nanti akan termuat semua bagaimana melakukan pencegahan dan perlindungan terhadap anak," kata Andi Mirna.
Ia mencontohkan, dua desa di Kabupaten Bone memiliki nol populasi perkawinan anak, karena kepala desanya memiliki komitmen untuk menolak perkawinan anak.
Berdasarkan data DPPPA Sulsel, perkawinan anak di Sulsel secara keseluruhan mengalami penurunan, dari 11,25 persen di tahun 2020, menjadi 9,25 persen di tahun 2021.
Baca juga: Peta jalan pencegahan perkawinan anak di Sulsel disusun DPPPA
Di Kabupaten Wajo, DPPPA Sulsel telah melakukan penandatanganan komitmen dengan Bupati dan Forkompinda, kemudian instansi vertikal Kementerian Agama, tokoh masyarakat, kepala desa, hingga imam desa, untuk melakukan pencegahan perkawinan anak.
Andi Mirna bahkan menyebut bahwa pihaknya telah menyurat ke kabupaten/kota untuk melakukan tindakan-tindakan dalam rangka mencegah perkawinan anak.
"Nanti akan dibuatkan kembali surat edaran untuk kabupaten kota. Di situ nanti akan termuat semua bagaimana melakukan pencegahan dan perlindungan terhadap anak," kata Andi Mirna.
Ia mencontohkan, dua desa di Kabupaten Bone memiliki nol populasi perkawinan anak, karena kepala desanya memiliki komitmen untuk menolak perkawinan anak.
Berdasarkan data DPPPA Sulsel, perkawinan anak di Sulsel secara keseluruhan mengalami penurunan, dari 11,25 persen di tahun 2020, menjadi 9,25 persen di tahun 2021.
Baca juga: Peta jalan pencegahan perkawinan anak di Sulsel disusun DPPPA
Baca juga: Angka pernikahan usia dini di Sulsel tertinggi
Andi Mirna menambahkan, upaya untuk menghapus perkawinan anak merupakan respon terhadap semakin banyaknya bukti yang menunjukkan besarnya skala dan cakupan permasalahan multi dimensi yang ditimbulkan oleh perkawinan anak.
Sebagian di antaranya berhubungan erat dengan adat dan tradisi masyarakat, ekonomi, akses terhadap informasi kesehatan, akses layanan pendidikan, pergaulan beresiko, dan lain sebagainya.
Sementara, Sub Koordinator Bidang Agama Islam Kemenag Sulsel Andi Moh Rezki Darwan mengatakan jajaran Kemenag mulai dari tingkat provinsi, kabupaten kota, sampai ke KUA, sangat berupaya untuk melakukan pencegahan, dengan tidak menerima calon pengantin laki-laki maupun perempuan yang tidak memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pihaknya juga berupaya mengedukasi masyarakat melalui beberapa program.
"Kami ada program bimbingan perkawinan, pusaka sakinah atau pusat layanan keluarga sakinah, dan program bimbingan remaja bagi usia sekolah," ujarnya.
Baca juga: BKKBN: Pernikahan dini tingkatkan angka kematian ibu dan bayi
Andi Mirna menambahkan, upaya untuk menghapus perkawinan anak merupakan respon terhadap semakin banyaknya bukti yang menunjukkan besarnya skala dan cakupan permasalahan multi dimensi yang ditimbulkan oleh perkawinan anak.
Sebagian di antaranya berhubungan erat dengan adat dan tradisi masyarakat, ekonomi, akses terhadap informasi kesehatan, akses layanan pendidikan, pergaulan beresiko, dan lain sebagainya.
Sementara, Sub Koordinator Bidang Agama Islam Kemenag Sulsel Andi Moh Rezki Darwan mengatakan jajaran Kemenag mulai dari tingkat provinsi, kabupaten kota, sampai ke KUA, sangat berupaya untuk melakukan pencegahan, dengan tidak menerima calon pengantin laki-laki maupun perempuan yang tidak memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pihaknya juga berupaya mengedukasi masyarakat melalui beberapa program.
"Kami ada program bimbingan perkawinan, pusaka sakinah atau pusat layanan keluarga sakinah, dan program bimbingan remaja bagi usia sekolah," ujarnya.
Baca juga: BKKBN: Pernikahan dini tingkatkan angka kematian ibu dan bayi
Pewarta: Nur Suhra Wardyah
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022