"Implementasi penerbitan obligasi global ini akan fleksibel, baik dari segi waktu, besaran, dan mata uangnya," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman dalam Konferensi Pers: APBN KITA Agustus 2022 yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis.
Maka dari itu, ia menekankan akan terus melihat kondisi pasar, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta risiko yang akan dihadapi, barulah akan dituangkan penerbitan obligasi global dalam bentuk keputusan.
Dalam menerbitkan obligasi global, pemerintah selalu mempertimbangkan dan memperhatikan beberapa hal, misalnya kondisi APBN, kebutuhan pembiayaan, kondisi dalam negeri maupun luar negeri, serta kondisi pasar.
Menurut Luky, kondisi global saat ini masih sangat penuh tantangan dan diliputi ketidakpastian dan volatilitas, sehingga penerbitan obligasi global selanjutnya akan bersifat lebih oportunistik, fleksibel, tetapi tetap berhati-hati.
Baca juga: Di tengah gejolak global, pasar modal Indonesia dinilai lebih tangguh
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam kesempatan yang sama menyebutkan penerbitan obligasi atau Surat Berharga Negara (SBN) pada tahun ini kian menurun, dengan penerbitan obligasi global yang menyesuaikan kondisi pasar yang volatil dan kondisi kas yang masih cukup berlimpah.
Dengan demikian, realisasi pembiayaan melalui utang dalam periode Januari hingga Juli 2022 turun 49,5 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) dari Rp468,8 triliun menjadi Rp236,9 triliun.
"Ini artinya APBN makin diupayakan kesehatannya," tegas Sri Mulyani.
Secara perinci, realisasi pembiayaan utang hingga Juli 2022 terdiri dari SBN neto Rp223,9 triliun atau turun 54,1 persen (yoy) dari Rp487,4 triliun, serta pinjaman neto Rp13 triliun atau anjlok 169,7 persen (yoy) dari minus Rp18,7 triliun.
Di sisi lain, Bendahara Negara itu mengungkapkan Bank Indonesia (BI) masih terus membeli SBN melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) I mencapai Rp35,94 triliun, yang terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) senilai Rp19,39 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Rp16,54 triliun.
Selanjutnya dari SKB III, realisasi pembelian SBN bank sentral telah mencapai Rp21,87 triliun dari penerbitan pada bulan Juli 2022.
Secara keseluruhan, penurunan outlook defisit APBN menjadi 3,92 persen pada 2022 dan penambahan penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) menyebabkan target utang tunai turun sebesar Rp221 triliun dari Rp1.416 triliun menjadi Rp1.195 triliun.
Baca juga: Kemenkeu kurangi penerbitan utang sebesar Rp100 triliun pada tahun ini
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2022