Dalam acara Think Climate Change Indonesia (TCI) Forum Dialogue diikuti dari Jakarta, Kamis, Wayan Susi mengatakan bahwa riset, termasuk terkait perubahan iklim, dapat menghasilkan teknologi dan pengembangan aksi dan program.
"Dia harus aplikabilitasnya tinggi. Artinya riset yang kita lakukan sesuai dengan kondisi yang ada baik itu di masyarakat maupun di sektor swasta dan kelompok-kelompok lain," ujar peneliti di Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN itu.
Baca juga: Bappenas: Performa ekonomi hijau Indonesia perlihatkan tren membaik
Dia memberikan beberapa contoh seperti kajian dalam reduce impact logging yaitu sistem penebangan yang lebih ramah lingkungan menggunakan data dan informasi dalam kawasan pemanfaatan hutan yang dapat digunakan berbagai pihak.
Selain itu riset juga harus mempertimbangkan faktor efisien dan efektivitas. Perlu juga dipertimbangkan kesesuaian dengan kebijakan dan regulasi nasional.
Tidak hanya itu, riset dalam bidang perubahan iklim terutama yang bersinggungan langsung dengan masyarakat perlu mempertimbangkan keberterimaan sosial budaya di tingkat tapak.
"Karena untuk mempertimbangkan keberlanjutan suatu kegiatan, tentunya riset sangat penting," katanya.
Seperti dalam proses rehabilitasi hutan dan lahan, riset tidak hanya diperlukan untuk kesesuaian vegetasi dengan ekosistem yang ada tapi faktor pemanfaatan oleh masyarakat untuk memastikan keberlanjutan dari proses tersebut.
Dia menjelaskan BRIN melakukan beberapa riset yang berkontribusi terhadap isu pencapaian target iklim Indonesia seperti dalam bidang kehutanan yang berfokus pada silvikultur, pemuliaan tanaman, pengukuran dan pengawasan serapan karbon.
BRIN juga melakukan riset di sektor energi, industri dan transportasi seperti mobil dan motor listrik. BRIN juga melakukan riset di sektor limbah.
Baca juga: Semua pihak diminta perkuat kerja sama atasi perubahan iklim
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022