Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) mengimbau masyarakat agar memperhatikan kesehatan mental, tidak hanya kesehatan fisik di tengah pandemi COVID-19 yang masih berlangsung.ketika pandemi ini tidak mudah mendapatkan akses layanan kesehatan jiwa, sehingga banyak yang putus obat
"Di dalam badan yang kuat harus ada jiwa yang sehat. Pandemi membuat sesuatu tidak ada kejelasannya, itu paling banyak dirasakan oleh mereka yang akhirnya cemas," ujar Ketua Umum PDSKJI Diah Setia Utami dalam talk show "Pengaruh Jangka Panjang COVID-19 terhadap Kesehatan Kognitif dan Mental" secara daring diikuti di Jakarta, Selasa.
Ia menyampaikan gangguan ansietas atau kecemasan menjadi salah satu faktor yang membayangi psikologis masyarakat di tengah pandemi COVID-19.
"Trauma psikologis yang dikaitkan masalah COVID-19 baik yang terjadi pada individu maupun kerabat, serta keluarga terdekat. Itu yang kita temui," katanya.
Baca juga: PSDKJI Jaya bahas kesehatan mental masyarakat perkotaan
Ia mengemukakan, usia produktif antara 19-36 tahun menjadi usia paling rentan terhadap gangguan kesehatan mental karena pandemi membuat kegiatan menjadi terbatas.
"Ketika pandemi harus di rumah, kontak dengan orang menjadi terbatas, tidak bisa melakukan kegiatan-kegiatan rutin yang biasanya dilakukan oleh individu tersebut, itu salah satu yang bisa mencetuskan masalah-masalah kesehatan mental," ucapnya.
Berdasarkan data swaperiksa yang dihimpun PDSKJI, tahun periksa pada 2020 ada 70,7 persen yang memiliki masalah psikologis.
Lalu pada 2021, meningkat menjadi 80,4 persen yang memiliki masalah psikologis. Sementara pada 2022 naik menjadi 82,5 persen yang memiliki masalah masalah psikologis.
Baca juga: 64,3 persen dari 1.522 orang cemas dan depresi karena COVID-19
Ia menyampaikan PDSKJI telah membuat laporan dan menyampaikan kepada Direktorat Pencegahan dan Pengendalian (P2P) Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kemenkes RI.
Setelah itu, lanjut dia, juga sudah dilakukan tindak lanjut terkait layanan atau untuk melakukan deteksi dini serta intervensi di layanan primer, dalam hal ini puskesmas.
"Sudah dilakukan berbagai pelatihan untuk dokter-dokter di puskesmas supaya bisa melakukan deteksi dini. Sehingga tidak sampai terjadi hal-hal yang lebih buruk lagi terkait dengan masalah kesehatan jiwanya," tuturnya.
Selain kecemasan, Diah menambahkan, pandemi COVID-19 turut meningkatkan gangguan depresi dan gangguan jiwa berat seperti skizofrenia.
"Kenapa? Karena memang ketika pandemi ini tidak mudah mendapatkan akses layanan kesehatan jiwa, sehingga banyak yang putus obat dan akhirnya meningkatkan kasus-kasus skizofrenia," paparnya.
Baca juga: 119 dan laman PDSKJI kini bisa layani konsultasi kesehatan jiwa
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022