"Saya yakin tahun ini posisi Lombok Timur akan naik," kata Kepala BKKBN Republik Indonesia Hasto Wardoyo pada acara Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Bergerak yang berlangsung secara hybrid di Selong, Selasa.
Ia mengingatkan keberhasilan upaya penurunan stunting dengan bergotong royong dan penekanan pada upaya pencegahan. Upaya pencegahan relatif lebih mudah dibanding penanganan, begitu pun penanganan stunting untuk usia di bawah dua tahun.
"Gotong-royong bersama masyarakat dan seluruh jajaran, baik swasta maupun pemerintah itu menjadi kunci yang penting,” katanya.
Baca juga: Mahasiswa UGM berinovasi kembangkan makanan tambahan anti-stunting
Ia juga meminta mengoptimalkan berbagai potensi yang ada, termasuk dana alokasi khusus (DAK). Salah satu isu dalam percepatan penurunan angka stunting di Indonesia adalah meningkatkan konvergensi, intervensi sensitif, dan spesifik.
"Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting mengingatkan pentingnya konvergensi program dan kegiatan dalam mencapai target penurunan stunting tahun 2024 menjadi 14 persen," katanya.
Bupati Kabupaten Lombok Timur M. Sukiman Azmy pada acara Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Bergerak mengatakan pada 2018 angka stunting di Lombok Timur mencapai 47 persen dan berhasil turun menjadi 17 persen hingga pekan kedua September. Dari 10 kabupaten/kota yang ada di Provinsi NTB, Lombok Timur berhasil mencapai urutan ke-6 dari sebelumnya di posisi ke-9.
"Lombok Timur memiliki 152.696 keluarga berisiko stunting dari 255.891 keluarga sasaran (59,67 persen). Sementara itu jumlah sasaran pendampingan sebanyak 9.970 calon pengantin, 25.887 ibu hamil dan 25.887 ibu pasca salin," katanya.
Baca juga: Bank Dunia belajar keberhasilan penanganan stunting di Sleman
Baca juga: BKKBN gandeng wali data daerah cegah kebocoran data PK22
Baca juga: BKKBN mutakhirkan 39 juta data KK dalam Pendataan Keluarga 2022
Pewarta: Akhyar Rosidi
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022