"Pertemuan itu sangat penting untuk membahas berbagai isu penting yang sedang terjadi di dunia, termasuk peningkatan hubungan Indonesia dengan Rusia," kata Bambang usai menerima secara informal Duta Besar Federasi Rusia untuk Indonesia Lyudmila Georgievna Vorobieva di Jakarta, Senin, seperti dikutip dalam keterangannya.
Menurut Bamsoet, panggilan akrab Bambang, pada pertemuan dengan Matvienko akan disiapkan pembicaraan tentang berbagai hal, antara lain mendorong perdamaian Rusia-Ukraina, peningkatan hubungan diplomatik antara parlemen Rusia dan Indonesia, peningkatan kerja sama Indonesia-Rusia di sektor investasi, perdagangan, pendidikan, pariwisata, hingga komunikasi antarmasyarakat di kedua negara.
Terkait ketegangan yang terjadi antara Rusia dan Ukraina, Bamsoet menjelaskan bahwa sikap Indonesia tetap mengedepankan politik bebas aktif, seperti yang ditunjukkan dengan menjadi salah satu dari 141 negara yang mendukung resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar Rusia menghentikan serangannya ke Ukraina.
Hal ini, kata dia, bukan berarti Indonesia memihak kepada Ukraina, tapi atas dasar kemanusiaan dan menolak perang.
Walaupun mendukung resolusi, sikap Indonesia tetap mendorong adanya penegakan HAM di wilayah konflik dan penyelesaian melalui dialog dan diplomasi, kata Bamsoet.
"Dalam pemungutan suara di Majelis Umum PBB tanggal 7 April 2022 mengenai pembekuan Rusia dari keanggotaan Dewan HAM, delegasi Indonesia memutuskan abstain. Pertimbangannya, Majelis Umum PBB perlu bersikap hati-hati dan tidak mencabut hak sah anggotanya sebelum memiliki seluruh fakta yang ada. Majelis Umum PBB tidak boleh menciptakan preseden negatif yang dapat menjatuhkan kredibilitasnya sebagai badan yang terhormat," kata dia.
Dia mengatakan penyelesaian ketegangan Rusia-Ukraina membutuhkan dukungan dari negara-negara Barat, Eropa, bahkan Asia, termasuk Indonesia.
Negara-negara lainnya juga harus turut membantu dan mendorong penyelesaian konflik tersebut, sekaligus mewaspadai jangan sampai ada pihak-pihak yang memperkeruhnya, kata dia.
"Berbagai proses menuju perdamaian sebenarnya telah dilakukan, misalnya Turki telah berperan lima kali menjadi tuan rumah perundingan pertemuan Rusia-Ukraina," katanya.
Menurut dia, Rusia dan Ukraina sudah menandatangani perjanjian terpisah dengan Turki dan PBB untuk membuka jalan bagi Ukraina, salah satu lumbung pangan utama dunia, untuk mengekspor 22 juta ton biji-bijian dan produk pertanian lainnya seperti gandum, yang tertahan di pelabuhan Laut Hitam karena serangan Rusia.
"Kesepakatan itu juga memungkinkan Rusia mengekspor biji-bijian dan pupuk," katanya.
Baca juga: Indonesia dan Rusia bahas peningkatan hubungan bilateral
Baca juga: KKP-Rusia perkuat kerja sama ekspor produk perikanan Indonesia
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022