“Orang tua cobalah memanfaatkan apa yang sudah disiapkan oleh pemerintah, imunisasi gratis di puskesmas atau di posyandu. Apalagi di bulan September sudah diluncurkan penambahan vaksin baru Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV),” kata Piprim saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa.
Sejumlah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) di antaranya termasuk rubella, difteri, polio, pneumonia dan meningitis, dan seterusnya. Piprim mengatakan PD3I merupakan penyakit-penyakit yang angka kesakitan dan kematiannya cukup tinggi.
Menurut Piprim, cakupan imunisasi rutin pada anak di Indonesia menurun signifikan karena faktor pandemi COVID-19. Hal tersebut juga ditandai dengan indikator kemunculan kembali sejumlah penyakit menular seperti difteri, campak, dan rubella.
Ia menilai program Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) yang digaungkan pemerintah berjalan dengan sukses di pulau Jawa, terutama di wilayah DI Yogyakarta. Namun di sisi lain, Piprim juga menyoroti kesadaran imunisasi yang masih rendah di luar Jawa, seperti Aceh dan Sumatera Barat.
Baca juga: IDAI imbau orang tua pastikan kecukupan protein hewani pada anak
Menurutnya, masih beredarnya hoaks mengenai halal-haram pada vaksin dapat memunculkan keraguan masyarakat terhadap efektivitas program imunisasi. Oleh sebab itu, menurut Piprim, pemerintah juga perlu bekerja sama dengan tokoh masyarakat seperti alum ulama untuk menyosialisasikan pentingnya mencapai cakupan imunisasi yang tinggi.
“Butuh dukungan untuk memerangi hoaks yang bikin galau masyarakat,” katanya.
Piprim menegaskan cakupan imunisasi penting untuk dicapai hingga lebih dari 80 persen agar kekebalan kelompok (herd immunity) bisa terbentuk dan mencegah kemunculan PD3I. Namun, begitu cakupan imunisasi di bawah 60 persen, maka kejadian luar biasa (KLB) bermunculan kembali.
“Cakupan imunisasi seperti DPT (difteri, pertusis, dan tetanus) itu akan bisa melindungi herd immunity ketika cakupannya 80 persen lebih. Tapi begitu dia turun 60 persen saja, tidak usah sampai rendah lagi, 60 persen saja, itu wabahnya sudah mulai muncul lagi,” katanya.
Piprim menggarisbawahi pentingnya untuk menggencarkan edukasi dan mengingatkan kembali tentang bahaya PD3I. Dengan begitu, masyarakat diharapkan tidak menganggap remeh penyakit-penyakit tersebut.
“Awareness terhadap penyakitnya ini juga mesti diedukasi ulang ke masyarakat agar tidak meremehkan. PD3I ini bisa sangat mengganggu tumbuh kembang anak, bukan hanya soal stunting, tapi anak itu juga bisa cacat dan bahkan bisa meninggal,” katanya.
Baca juga: IDAI: Gerakan makan telur dan ikan tiap hari efektif turunkan stunting
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022