“Yang menyedihkan lebih banyak ibu-ibu di pelosok mendapatkan bantuan susu formula ketika lahir daripada bantuan konseling menyusui. Itu di pelosok,”
Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) menyatakan bahwa ibu menyusui yang berada di tiap daerah lebih membutuhkan peningkatan layanan konselor ASI di puskesmas, dibandingkan dengan bantuan berupa susu formula bagi ibu dan bayi.
“Yang menyedihkan lebih banyak ibu-ibu di pelosok mendapatkan bantuan susu formula ketika lahir daripada bantuan konseling menyusui. Itu di pelosok,” kata Ketua Umum AIMI Nia Umar dalam Vodcast Waktu Indonesia Berencana BKKBN yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Nia menuturkan Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka kelahiran yang tinggi. Seharusnya, setiap layanan kesehatan di daerah mendapatkan peningkatan layanan konselor sebagai upaya untuk mewujudkan generasi unggul dan berkualitas.
Sayangnya pada layanan seperti di puskesmas, pemerintah justru lebih memperbanyak klinik gigi dibandingkan dengan klinik laktasi. Sedangkan setiap tahun banyak sekali ibu hamil yang membutuhkan edukasi terkait teknik pemberian ASI yang benar dan optimal.
“Itu ironis ya. Lebih banyak ibu melahirkan dibandingkan yang luka terbuka, ibaratnya semua puskesmas Indonesia sekarang hampir punya klinik gigi, tapi tidak semua puskesmas punya klinik laktasi padahal harusnya lebih banyak anak yang lahir dari pada orang sakit gigi,” katanya.
Nia menekankan saat ini semua bidan maupun dokter di puskesmas sudah harus memiliki kompetensi yang dapat membantu ibu menyusui dengan cara yang tepat. Sebab, promosi yang datang dari pihak promosi susu formula semakin gencar dilakukan bahkan pada masa emas ibu memberikan ASI pada bayi yang baru lahir.
Alasan lain yang membuat pengadaan layanan konselor ASI semakin dibutuhkan, kata dia, yakni terdapat oknum dalam tenaga kesehatan yang terdorong untuk membantu promosi diterima secara terang-terangan pada tiap keluarga di Indonesia.
“Masih banyak tenaga kesehatan di seluruh kota atau desa. Kejadian masih ada yang memberikan formula tanpa indikasi medis yang tepat dengan alasan-alasan yang sebenarnya bukan alasan yang tepat untuk memberikan formula ini kenyataan yang pahit sekali. Ini wake up call untuk kita,” ucapnya.
Nia turut mengajak semua orang untuk saling bekerja sama memberikan pengawalan dan edukasi yang baik pada setiap ibu menyusui, supaya pemberian ASI eksklusif dapat berjalan dengan optimal terutama pada masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Ia bahkan mengatakan bahwa setiap agama menekankan menyusui menjadi kewajiban yang harus diberikan ibu kepada bayi. Sehingga para tokoh agama disarankan untuk menyelipkan materi tersebut di tiap kesempatan berdialog dengan umatnya.
Nia juga berharap Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dapat mengerahkan kader-kader yang telah dilatih, untuk memberikan pemahaman yang lebih baik dalam mendukung ibu memberikan ASI eksklusif dengan cara yang baik dan benar.
“BKKBN pasti punya jejaring lebih luas, punya begitu banyak kader-kader dan harapannya semua kader punya pemahaman baik tentang mendukung ibu menyusui itu seperti apa. Kalau tidak, akan makin bingung orang tua di Indonesia ini,” katanya.Baca juga: AIMI minta evaluasi PP 33/2012 tingkatkan kompetensi nakes
Baca juga: Pergizi ingatkan bayi hingga 6 bulan jangan diberi susu formula
Baca juga: Risiko yang dihadapi bayi baru lahir jika diberi susu formula
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2022