• Beranda
  • Berita
  • Walhi: Hutan mangrove pelindung alami dari ancaman kenaikan air laut

Walhi: Hutan mangrove pelindung alami dari ancaman kenaikan air laut

7 Oktober 2022 20:32 WIB
Walhi: Hutan mangrove pelindung alami dari ancaman kenaikan air laut
Tangkapan layar Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional WALHI Parid Ridwanuddin dalam diskusi virtual diikuti dari Jakarta, Jumat (29/4/2022) (ANTARA/Prisca Triferna)
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyebutkan bahwa keberadaan hutan mangrove di sepanjang wilayah pesisir bisa menjadi pelindung alami daratan dari dampak perubahan iklim yang menaikkan muka air laut.

Manajer Kampanye Pesisir, Laut, dan Pulau-Pulau Kecil Walhi Parid Ridwanuddin dalam pernyataan di Jakarta, Jumat, mengatakan kenaikan muka air laut membuat efek abrasi semakin kuat dan bisa menyebabkan pulau-pulau kecil tenggelam, sehingga membutuhkan hutan mangrove sebagai penahan abrasi.

"Hutan mangrove ini di banyak tempat menjadi pelindung alami dari ancaman kenaikan air laut dan lain sebagainya," kata Parid.

Ketika gempa bumi dan tsunami melanda pantai barat Pulau Sulawesi pada 2018 lalu, Parid menyaksikan langsung manfaat hutan mangrove dari bencana tersebut.

Baca juga: KLHK: Restorasi mangrove harus melibatkan masyarakat lokal

"Terdapat sebuah daerah bernama Pantoloan di Palu, Sulawesi Tengah, yang tidak mengalami dampak parah oleh hantaman gelombang tsunami. Rumah-rumah di sana hanya mengalami retak dan tidak ada korban meninggal dunia akibat tersapu air laut, seperti desa-desa lain, karena Pantoloan memiliki hutan mangrove yang masih asri," katanya.

Parid mengatakan hutan mangrove yang dijaga baik oleh masyarakat setempat telah menyelamatkan desa itu dari ancaman bencana.

"Bentangan mangrove tebal di wilayah pesisir, karena mangrove terjaga, tsunami tertahan. Rumah-rumah mereka hanya retak, tidak ada korban jiwa, dan tidak hancur desanya," katanya.

Ia juga mengatakan manfaat keberadaan mangrove di Desa Dipasena, Lampung. Sebelum ada hutan mangrove, daerah itu mengalami abrasi yang mengancam posisi daratan yang dihuni masyarakat.

Walhi bersama masyarakat setempat kemudian menanam lebih dari 20 ribu batang pohon magrove di sepanjang pesisir Dipasena untuk menahan laju abrasi.

Baca juga: KLHK: Hutan mangrove potensial menyimpan karbon biru

"Mangrove pelan-pelan mulai membentuk ring belt atau sabuk hijaunya, itu sudah bisa menghalangi abrasi. Air laut tertahan oleh mangrove, ada daratan-daratan baru yang terbentuk kembali" kata Parid.

Berdasarkan data One Map Mangrove Indonesia yang digunakan sebagai pijakan kerja Pemerintah Indonesia, area mangrove di Indonesia saat ini mencakup luasan 3,3 juta hektare.

Fakta itu menjadikan Indonesia sebagai negara dengan ekosistem mangrove terbesar di dunia. Luasan hutan mangrove yang dimiliki Indonesia merupakan 20 persen dari total luasan mangrove dunia yang mencapai 16,53 juta hektare.

Saat ini pemerintah terus berupaya melakukan rehabilitasi hutan mangrove di Indonesia dengan target pemulihan seluas 600 ribu hektare sampai tahun 2024. Program rehabilitasi itu tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 120 Tahun 2020 tentang Badan Restorasi Gambut dan Mangrove.

Pemerintah mengklaim capaian rehabilitasi mangrove dari program itu telah mencapai 60 ribu hektare atau 10 persen pada tahun 2021.

Baca juga: BRGM: Ekosistem mangrove bisa simpan karbon selama ribuan tahun

Dalam upaya mengoptimalkan kegiatan pemulihan dan perlindungan mangrove di Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kini sedang membuat regulasi setingkat peraturan pemerintah untuk mengatur mengenai perlindungan mangrove di dalam maupun di luar kawasan hutan, sekaligus mengatur pengelolaan mangrove yang bersifat lintas kementerian maupun lembaga.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022