"Hukum yang baik seharusnya memberikan sesuatu yang lebih dari sekadar prosedur hukum. Disamping harus kompeten, adil, serta harus mampu mengenali keinginan publik dan punya komitmen terhadap tercapainya keadilan substantif," kata Aida Dewi saat berorasi dalam acara Dies Natalis Ke-40 UWM di Kampus Terpadu UWM, Kabupaten Sleman, Jumat.
Dalam menangani kasus perkosaan, menurut Aida, kebanyakan penegak hukum masih melakukan prosedur sesuai unsur pasal pencabulan dan atau pemerkosaan.
Sementara, hasil penyelidikan, penuntutan, maupun putusan belum mampu memberikan rasa kepuasan dan keadilan di hati masyarakat, paparnya.
Ia menilai masyarakat dan penegak hukum masih terbelenggu kekakuan prosedur normatif dalam perundang-undangan sehingga hakim tidak dapat melakukan 'rechtsvinding' atau penemuan hukum melalui putusan.
Baca juga: Komnas HAM: Penolakan hukuman mati pemerkosa bukan lindungi pelaku
Hakim, menurut Aida, belum memiliki keberanian mengambil keputusan yang berbeda dengan ketentuan normatif sehingga keadilan substansial sulit diwujudkan dan cenderung memberikan keadilan formal.
"Sehingga hanya melahirkan keadilan prosedural, bukan keadilan substantif," ucap dia.
Untuk mewujudkan keadilan substantif, menurut Aida, hakim sebagai pemutus perkara harus berani memberikan putusan terberat atas perkara tindak pidana pemerkosaan sehingga memberikan efek jera bagi pelaku.
"Hukuman sekian bulan, atau hanya setahun, atau dua tahun sebagaimana sering kita dengar dan saksikan tidak bisa memenuhi model ideal perlindungan hukum bagi perempuan korban pemerkosaan," ujar dia.
Baca juga: Komnas HAM: Indonesia jadi sorotan dunia jika terapkan hukuman mati
Menurutnya, hakim harus keluar dari cara-cara konvensional dengan menembus kebuntuan hukum atau peraturan perundang-undang sehingga mengembalikan posisi penegak hukum ke posisi semula, yaitu menjadi institusi yang mampu mewujudkan keadilan substantif.
Selain memberikan putusan hukum terberat kepada pelaku, lanjut Aida, hakim harus menghukum pelaku membayar ganti kerugian untuk korban dan memerintahkan jaksa penuntut umum menyita aset pelaku.
"Para pelaku tindak pidana pemerkosaan harus bertanggung jawab atas pemulihan fisik dan psikis korban, bahkan mereka harus menanggung biaya dan upaya penyembuhan korban," katanya.
Aida mengusulkan agar DPR RI membuat atau merevisi Undang-Undang tindak pidana pemerkosaan yang memberikan putusan terberat kepada pelaku dan memberikan perlindungan hukum kepada korban atas kerugian baik materiil maupun immateriia.
"Hukuman pelaku pemerkosaan nilainya harus setara dengan kerugian yang didera korban agar hukuman benar-benar berimplikasi efek jera terhadap pelaku," ujar dia.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022