• Beranda
  • Berita
  • Akademisi: Restorasi dan konservasi mangrove harus berjalan seiring

Akademisi: Restorasi dan konservasi mangrove harus berjalan seiring

11 Oktober 2022 15:30 WIB
Akademisi: Restorasi dan konservasi mangrove harus berjalan seiring
Nelayan menaiki perahu saat melintas di kawasan konservasi hutan mangrove Lantebung di Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (24/7/2022). Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) menargetkan rehabilitasi kawasan mangrove selama tahun 2022 seluas 11 ribu hektare yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia sebagai upaya mitigasi perubahan iklim. ANTARA FOTO/Arnas Padda/nym. (ANTARA/ARNAS PADDA)

restorasi dan konservasi harus berjalan seiring, tidak bisa satu dengan yang lain terpisah

Profesor ahli meteorologi hutan Institut Pertanian Bogor (IPB) Daniel Murdiyarso mengatakan kegiatan restorasi dan konservasi mangrove harus berjalan seiring sehingga memberi hasil maksimal.

"Kalau kita investasi 1,8 triliun dolar AS hasilnya di tahun 2030 nanti, akhir dari SDGs itu (manfaatnya) bisa mencapai 7 triliun dolar AS, sehingga restorasi dan konservasi harus berjalan seiring, tidak bisa satu dengan yang lain terpisah," ujarnya dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Selasa.

Daniel menuturkan demam restorasi mangrove yang sekarang marak terjadi di Indonesia harus dibarengi kewajiban melakukan konservasi mangrove paling sedikit tiga kali area yang dilakukan restorasi adalah area konservasi.

Menurutnya, kegiatan konservasi penting dilakukan sambil melakukan pula upaya-upaya restorasi hutan mangrove yang rusak. Dari sisi manfaat rasio biaya, kegiatan konservasi jauh lebih rendah biaya ketimbang restorasi karena memiliki peluang gagal tumbuh.

"Jadi, saya ingin kontraskan antara restorasi dan konservasi. Penting melakukan konservasi hutan mangrove yang ada sambil kita merestorasi yang rusak. Restorasi juga penting tetapi dalam konteks karbon, jasa lingkungan yang lain, konservasi jauh lebih penting bahkan mungkin dengan biaya yang lebih rendah," kata Daniel.

Baca juga: KLHK ajak pelaku usaha terlibat dalam restorasi ekosistem mangrove

Baca juga: Kemendes PDTT catat hanya ada 6.136 desa yang punya hutan mangrove


Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia, sehingga potensi itu dapat dimanfaatkan untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Cadangan karbon atau simpanan karbon yang dilakukan oleh mangrove termasuk Padang Lamun tiga sampai lima kali lebih besar dibandingkan hutan daratan.

"Itu bisa mencapai 1.600 sampai 2.000 ton per hektare. Hutan daratan hanya 300-350 ton maksimum," terang Daniel.

Berdasarkan penelitian sebanyak 80 persen karbon tersebut disimpan di dalam tanah. Mangrove dan Padang Lamun memiliki laju menyimpan dan menyerap karbon di dalam tanah jauh lebih besar ketimbang ekosistem lain.

"Kami mengukur sampai tiga meter sebagian besar ada di bawah tanah. Jadi konservasi mangrove itu mengonservasi 80 persen karbon di tanah, begitu juga dengan padang lamun," ucapnya.

Indonesia memiliki 3,24 miliar ton karbon yang disimpan oleh ekosistem pesisir mangrove serta Padang Lamun dengan angka kerusakan saat ini mencapai 6 persen.

Meski hanya enam persen, jelas Daniel, angka itu merupakan 30 persen dari emisi terestrial Indonesia yang mencapai 200 juta ton.

Apabila Indonesia bisa menghindari emisi sebesar 200 juta ton tadi di Indonesia ini terjadi, itu sama dengan 40 juta mobil emisinya per tahun.

"Jadi, penting sekali menjaga eksisting mangrove agar kita bisa menghindari deforestasi yang tidak lain dan tidak bukan menghindari emisi hingga 30 persen," imbuhnya.

Baca juga: Pemkot Probolinggo cegah perubahan iklim dengan konservasi mangrove

Baca juga: MERA usul pemerintah buat regulasi lindungi mangrove minimal 60 persen

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022