• Beranda
  • Berita
  • Psikiater: Penggunaan narkotika termasuk kategori gangguan mental

Psikiater: Penggunaan narkotika termasuk kategori gangguan mental

12 Oktober 2022 17:08 WIB
Psikiater: Penggunaan narkotika termasuk kategori gangguan mental
Psikiater RSUD Tarakan dr. Zulvia Oktanida Syarif Sp.KJ dalam webinar dengan tema "Bukan Sedih Biasa: Kenali Gejala Depresi dan Penanganannya” yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu (12/10/2022) (FITRA ASHARI)
Psikiater RSUD Tarakan dr. Zulvia Oktanida Syarif Sp.KJ menyebutkan penggunaan narkotika dan alkohol termasuk dalam kategori gangguan mental yang tidak disadari masyarakat.

"Jenis-jenis gangguan jiwa luas seperti gangguan mental organik seperti dimensia atau alzheimer, gangguan mental akibat penggunaan napza dan alkohol kalau sampai berhalusinasi, mengganggu pola tidur itu masuk gangguan jiwa," ucapnya dalam webinar dengan tema "Bukan Sedih Biasa: Kenali Gejala Depresi dan Penanganannya" yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.

Selain itu, jenis gangguan jiwa lainnya yaitu gangguan proses berpikir yang dialami para penderita skizofernia seperti halusinasi dan delusi, gangguan suasana hati yang mengakibatkan depresi dan bipolar, dan gangguan cemas atau anxiety disorder.

Menurut dia, gangguan kecemasan dan depresi adalah gangguan kesehatan jiwa yang paling sering dialami masyarakat.

"Yang sering ditemui di masyarakat adalah gangguan anxiety atau gangguan cemas dan depresi, ini angkanya tinggi apalagi selama pandemi angkanya meningkat. Kalau depresi prevalensinya 20 persen," ucap Zulvia.

Baca juga: Psikolog ungkap cara kelola stres yang baik

Namun, Zulvia mengatakan banyak yang tidak menyadari telah mengalami gangguan tersebut karena sering menimbulkan gejala fisik seperti gerd, maag, sakit kepala, dan nyeri dada, yang sering dinilai sebagai gejala penyakit tertentu.

Penyebab gangguan kecemasan dan depresi biasanya ada perubahan pada neuro transmisi serotonin pada otak penderitanya, yang mana hormon tersebut dipercaya sebagai pemberi rasa nyaman dan senang.

Perubahan tersebut merupakan salah satu faktor penyebab gangguan kesehatan jiwa yang disebut faktor biologis. Faktor ini juga bisa diturunkan dari keluarga yang secara genetik mengalami gangguan jiwa.

"Biologis ada faktor keturunan keluarga dengan genetik gangguan jiwa. Ada faktor perubahan neuro transmisi pada otak seperti orang dengan skizofernia ada perubahan neuro transmisi dopamin di otaknya. Orang yang mengalami depresi atau anxiety ada perubahan neuro transmisi serotonin di otaknya," katanya.

Selain itu, ada beberapa faktor penyebab gangguan jiwa lainnya seperti gangguan psikologis seperti pola asuh orang tua, riwayat perundungan, riwayat trauma psikologis dan faktor sosial.

Baca juga: Masyarakat diimbau jangan ragu ke psikolog demi jaga kesehatan mental

"Faktor sosial adalah masalah kehidupan sehari-hari, ada percintaan, rumah tangga, finansial, pekerjaan dan pandemi. Kalau ngumpul jadi satu bisa muncul gangguan jiwa," ucap Zulvia.

Ia mengatakan, jika gangguan sudah dialami selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, sebaiknya cepat ditangani ke ahlinya seperti terapi dengan psikolog dan jika sudah berat bisa diberikan obat dan kontrol dengan psikiater.

"Depresi ringan bisa diobati dengan psikoterapi melalui psikolog, yaitu jenis terapi bincang-bincang. Kalau levelnya sedang atau berat perlu obat dan ke psikiater," ucapnya.

Dokter yang mengambil spesialis kesehatan jiwa di Universitas Indonesia (UI) ini juga mengatakan bahwa konsep menjaga kesehatan jiwa seperti menjaga kesehatan secara umum yaitu menjaga pola makan, melakukan olahraga rutin, dan menjaga pola tidur.

Baca juga: Kesepian dan finansial faktor pemicu gejala gangguan kesehatan mental

"Perlu juga menjaga 'work life balance' antara keluarga pribadi dan kerjaan, belajar mengelola stres, lakukan hobi, bergaul dengan orang positif, dan biasakan bercerita kalau ada perasaan tertentu pada orang yang dipercaya," ucapnya.

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022