Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan pentingnya ketahanan ekonomi ASEAN untuk mencegah dampak negatif kondisi perekonomian global yang masih diliputi ketidakpastian.Dalam Laporan World Economic Outlook (Oktober 2022), IMF telah merevisi turun prospek pertumbuhan ASEAN-5 pada tahun 2023 sebesar 0,2 poin persentase...
Sri Mulyani saat memberikan pidato penutup dalam pertemuan IMF-ASEAN Roundtable di Washington DC, AS, Sabtu malam waktu setempat, mengatakan ketahanan ini penting mengingat laporan IMF menurunkan proyeksi kawasan pada 2023 hingga 4,9 persen.
"Dalam Laporan World Economic Outlook (Oktober 2022), IMF telah merevisi turun prospek pertumbuhan ASEAN-5 pada tahun 2023 sebesar 0,2 poin persentase menjadi 4,9 persen," katanya.
Baca juga: Sri Mulyani: Tantangan global membutuhkan kepemimpinan kuat G20
Laporan menyatakan sebagian besar negara di kawasan ASEAN diproyeksikan tumbuh lebih lambat pada 2023 dari yang diperkirakan semula karena permintaan global yang melambat.
"Namun, secara keseluruhan prospek wilayah ini tetap relatif lebih baik daripada banyak wilayah lainnya," kata Sri Mulyani.
Untuk mempertahankan pemulihan, ASEAN harus terus memprioritaskan kebijakan yang melindungi daya beli rumah tangga di tengah kenaikan harga, memberikan kepercayaan kepada sektor bisnis, dan bertujuan membangun fondasi yang lebih kuat untuk pembangunan jangka menengah dan panjang melalui reformasi struktural.
Baca juga: Sri Mulyani: Pertemuan FMCBG perkuat komitmen untuk kredibilitas G20
Sementara itu, IMF memproyeksikan perekonomian Indonesia masih tumbuh pada kisaran 5 persen pada 2023. Namun, perkiraan itu sedikit di bawah proyeksi 5,2 persen pada akhir 2022.
Forum para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara anggota ASEAN dalam IMF-ASEAN Roundtable ini juga membahas mengenai upaya para pembuat kebijakan untuk menyeimbangkan antara menekan inflasi dan mendorong pemulihan ekonomi.
Selain itu juga ketahanan ASEAN terhadap kebijakan pengetatan moneter Amerika Serikat dan kawasan Eropa, cara menggunakan kebijakan makroprudensial untuk menghadapi kebijakan normalisasi moneter Amerika Serikat dan kawasan Eropa, dan burden sharing antara kebijakan fiskal dan moneter.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022