Indonesian Gastronomy Community (IGC) mendeklarasikan konsensus dari para ahli di multi-bidang tentang peran nutrisi dan hidrasi melalui makanan tradisional untuk pencegahan stunting di Indonesia.
Konsensus yang dilakukan oleh IGC ini melibatkan ahli pangan, budaya, sosio-antropologi dan kesehatan. Hasil konsensus akan diserahkan kepada pemangku kebijakan sebagai bentuk tindak lanjut komitmen dan dukungan IGC serta Danone Indonesia terhadap pencegahan stunting.
Inisiatif ini juga akan menjadi sebuah gerakan atau program kerja untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya memanfaatkan pangan lokal di berbagai wilayah di Indonesia.
"Sebagai komunitas yang memiliki misi sebagai pelestari makanan dan minuman Indonesia untuk memajukan dan mensejahterakan masyarakat dan bangsa Indonesia, serta bentuk komitmen dan dukungan IGC terhadap usaha penanggulangan stunting di Indonesia maka disusunlah konsensus dari para ahli. Kami memfasilitasi konsensus ahli melalui pendekatan gastronomi untuk menghasilkan suatu sikap dan kebijakan bersama dalam penanganan stunting," ujar Ketua Umum IGC, Ria Musiawan dalam jumpa pers di Jakarta, Senin.
Delapan ahli yang berperan dalam menyusun konsesus nutrisi dan hidrasi berbasis makanan tradisional untuk penanganan stunting yaitu Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Dr. Bondan Kanumoyoso, M.Hum, Dokter Gizi dan juga President of Indonesian Nutrition Association Dr.dr. Luciana B. Sutanto, MS, Sp.GK, Chef Stefu Santoso, Dewan Pakar IGC Hindah Muaris, Legislatif (DPR) Komisi 9 Abidin Fikri, Perwakilan GAPPMI selaku Pelaku Industri Patricia Tobing, Pakar Sosio-Antropologi dan Psikologi Komunitas Dr. Endang Mariani Rahayu, M.Psi, serta Pengamat Media dari Kompas Gramedia Group Ninuk M Pambudy.
Ada empat poin utama yang dideklarasikan oleh IGC yakni tantangan eksistensial bangsa, problema multidimensional, dari sadar menuju gerakan dan strategi gastronomi cegah stunting.
Tantangan eksistensial bangsa menitik beratkan pada upaya pencegahan yang sistematis, terstruktur dan masif. Menurut IGC, jika upaya-upaya ini tidak segera dilakukan maka akan hilang satu generasi yang seharusnya menjadi modal dalam meraih bonus demografi.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2021 mengenai Studi Status Gizi Indonesia menyebutkan bahwa satu dari empat anak balita Indonesia menderita stunting yang ditandai dengan tubuh kerdil, rawan kematian dini dan rusak otak.
Pada problema multidimensional menyoroti bahwa masalah stunting bukan hanya persoalan nutrisi, kesehatan balita, atau akses ke makanan/hidrasi yang sehat tapi juga pendidikan, informasi, penghasilan keluarga, domisili, karakteristik komunitas, norma setempat dan dimensi kebudayaan secara umum.
"Cara pandang dan upaya menanggulangi masalah stunting ini tak bisa hanya business as usual tapi harus ada sense of crisis dan mindset yang perlu perubahan radikal," kata Ria.
Ketiga, deklarasi ini menilai bahwa perubahan hanya akan terjadi apabila muncul kesadaran bahwa perbaikan signifikan tidak bisa dilakukan sendirian tapi harus bersama-sama.
Terakhir, strategi gastronomi cegah stunting berfokus pada pemantapan asupan nutrisi berbasis pangan lokal untuk memperbaiki status gizi dan kesehatan keluarga sehingga terhindar dari stunting. Pangan, hidrasi dan kuliner tradisional berbasis kearifan lokal dianggap bisa menjadi faktor kunci sukses dalam upaya bangsa menanggulangi dan mencegah stunting dari Indonesia.
Baca juga: Makanan tradisional tingkatkan gizi dan turunkan stunting
Baca juga: Dorong penurunan stunting, BKKBN gandeng DPR gelar sosialiasi
Baca juga: BKKBN sosialisasi Program Bangga Kencana tekan angka stunting
Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022