"Setiap hari kurang lebih 14 juta ancaman (serangan siber). Ancaman yang kita dapatkan paling tinggi terjadi pada bulan April, lebih dari 1 juta ancaman per hari. Dalam hitungan detik, kita harus mengatasi kurang lebih 75 ancaman," kata Rudiantara, dikutip dari keterangan pers, Rabu.
Baca juga: Kadin: Pinjol ilegal rusak tatanan industri keuangan digital
Menurut data dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serangan siber di Indonesia pada 2022 mencapai angka 100 juta kasus yang didominasi oleh serangan ransomware dan malware. Sektor perbankan atau jasa keuangan pun dirasa perlu untuk meningkatkan keamanan data digital lebih lanjut.
"Semua tidak dianggap menjadi peretasan namun beberapa merupakan dengan phising dan doxing. Semua itu perlu diatasi mengingat kepercayaan masyarakat terhadap fintech tidak jauh berbeda dengan kepercayaan non-fintech pada layanan keuangan konvensional," ujarnya.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menambahkan bahwa membangun digital trust system agar dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terkait data, aset, privasi yang dikelola secara aman sehingga masyarakat dapat dengan nyaman memanfaatkan layanan digital di industri keuangan pun perlu.
Baca juga: Aftech: HAKI jadi agunan harus pasti kepemilikan dan valuasinya
"OJK menyadari bahwa keamanan sangat penting dalam hal membangun ekosistem keuangan digital Indonesia, dimana semua pemain harus bisa saling percaya. Kemampuan untuk memverifikasi data pengguna dan menerapkan tanda tangan secara digital, itu bisa membangun satu mekanisme yang dapat dipercaya ketika konsumen menggunakan platform digital," kata Mahendra.
"Hal ini juga dapat memberikan rasa kepercayaan konsumen ketika melakukan transaksi digital, serta dapat meningkatkan kesadaran dari konsumen untuk mengelola risiko di dalam ekosistem digital," imbuhnya.
Dalam memperkuat digital trust system, OJK bersama industri tekfin menaruh perhatian besar terhadap inovasi teknologi yakni identitas digital seperti sertifikat elektronik yang dapat digunakan untuk proses verifikasi identitas secara online maupun tanda tangan elektronik.
VIDA mendukung penuh aturan serta langkah OJK dalam menggalakkan penggunaan verifikasi identitas secara online di industri keuangan Indonesia.
Dalam proses verifikasi identitas, banyak inovasi terbaru dengan sistem keamanan yang tinggi untuk mengetahui apakah orang tersebut adalah sah atau tidak dan melalui proses verifikasi serta autentikasi yang aman.
"Tak hanya sekedar selfie, kini ada beberapa teknologi berbasis kecerdasan buatan seperti liveness detection untuk memastikan face recognition atau pencocokan wajah dengan data di database e-KTP agar kita bisa mencegah fraud," kata Founder & Group CEO VIDA Niki Luhur.
Baca juga: Aftech, Perbanas dan Kadin sepakati 5 area strategis percepat inklusi
Baca juga: Regulasi Perlindungan Data penting untuk proteksi pengguna tekfin
Baca juga: Asosiasi soroti pentingnya implementasi "GRC" bagi tekfin
Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022