• Beranda
  • Berita
  • Peradi Padang buka pengaduan orang tua anak gagal ginjal akut

Peradi Padang buka pengaduan orang tua anak gagal ginjal akut

22 Oktober 2022 23:15 WIB
Peradi Padang buka pengaduan orang tua anak gagal ginjal akut
Ketua DPC Peradi Padang, Miko Kamal. ANTARA/HO-Dok.pribadi.
Dewan Pimpinan Cabang Peradi Padang membuka pengaduan orang tua bagi anaknya yang mengalami gagal ginjal akut (Acute Kidney Injury/AKI) misterius yang menyerang anak-anak usia 6 bulan hingga 18 tahun.

"Kepada masyarakat Sumbar yang anaknya terjangkit AKI yang tidak memperoleh akses layanan kesehatan oleh faskes untuk menyampaikan pengaduan ke Kantor DPC Peradi Padang," kata Ketua DPC Peradi Padang, Miko Kamal dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Ia menyampaikan, pengaduan masyarakat tersebut akan ditindaklanjuti dengan advokasi secara perdata ataupun pidana oleh Advokat Anggota DPC Peradi Padang baik di luar pengadilan (non litigasi) maupun di dalam pengadilan (litigasi).

Ia mengemukakan, berdasarkan hasil rekap laporan Kemenkes RI hingga 21 Oktober 2022 tercatat sebanyak 241 anak pada 22 provinsi di Indonesia teridentifikasi mengalami AKI, sebanyak 133 atau 55 persen diantaranya meninggal dunia.

Berdasarkan hasil identifikasi Satgas yang dibentuk Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sumatera Barat terdapat 22 kasus anak terjangkit AKI dan 12 diantaranya meninggal dunia.

"Provinsi Sumatera Barat disebut-sebut sebagai Provinsi kedua tertinggi terserang AKI," katanya.

Kondisi itu, lanjut dia, diprediksi akan terus meningkat seiring dengan belum ditemukannya penyebab pasti dari AKI.

Pada sisi lain, disampaikan, berbagai macam spekulasi isu penyebab AKI terus bermunculan, di antaranya karena obat sirop yang mengandung bahan Ethylene Glycol (EG), Diethylene Glycol (DEG), dan Ethylene Glycol Butyl Ether (EGBE) yang diadopsi dari kasus AKI di Gambia Afrika Tengah.

Bahkan, juga ada yang mengaitkan penyebabnya dengan infeksi virus bakteri Leptospira dan multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C) atau Sindrom Peradangan Multi Sistem pasca COVID-19, meski hal itu telah diklarifikasi oleh Kemenkes RI.

"Sampai saat ini kita masih diminta oleh pemerintah menunggu hasil investigasi seluruh pihak terkait berkenaan penyebab AKI tersebut," kata Miko.

Sejauh ini, ia mengatakan, tindakan Pemerintah melalui Kemenkes RI, baru sebatas imbauan meningkatkan kewaspadaan dini bagi faskes sebagaimana Surat Keputusan Kemenkes RI Nomor: HK.02.02/I/3305/2022 tanggal 28 September 2022.

Kemudian, imbauan kepada orang tua agar memperhatikan gejala AKI. Serta imbauan BPOM terhadap perusahaan obat agar segera menyampaikan hasil uji keamanan, mutu, dan khasiat obat, adanya rencana pemerintah membeli obat Antidotum dari Singapura.

Terakhir, ada imbauan agar apotek-apotek menghentikan penjualan obat bebas ataupun obat sirup untuk sementara waktu sebagaimana Surat Edaran Kemenkes RI Nomor: SR.01.05/III/3461/2022, sembari menyampaikan daftar 102 obat yang dilarang.

Baca juga: Perhatikan frekuensi buang air kecil anak cegah gagal ginjal akut


Tujuh pernyataan sikap

DPC Peradi Padang mengeluarkan tujuh pernyataan sikap terkait kasus gagal ginjal akut pada anak itu.

Pertama, Kemenkes RI, BPOM, dan pihak terkait harus segera menyampaikan penyebab AKI sebagai bentuk pertanggungjawaban pada publik dalam rangka pemenuhan atas Jaminan Kesehatan bagi masyarakat.

"Dengan demikian, masyarakat tidak dibingungkan oleh berbagai isu atau pemberitaan yang tidak benar," kata Miko.

Kedua, Kemenkes RI, termasuk Dinkes Provinsi Sumatera Barat harus segera melengkapi alat cuci darah terutama Hemodialisa anak dan alat kesehatan penunjang lainnya pada tiap-tiap faskes, termasuk di daerah yang akses ke kota jauh dan sulit dijangkau.

"Sehingga pasien betul-betul memperoleh hak layanan kesehatan terbaik dari faskes sebagai bentuk penunaian kewajiban Pemerintah atas pemenuhan jaminan kesehatan bagi warganya," tuturnya.

Itu, dijelaskan, sesuai dengan amanat Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 Jo Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Ketiga, pemerintah harus memastikan bahwa masyarakat tidak mampu tetap memperoleh layanan kesehatan yang sama dengan warga masyarakat lainnya, atau tidak ada perlakukan diskriminatif layanan kesehatan sebagaimana yang diamanatkan Pasal 5 ayat (1) dan (2), serta Pasal 8 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Keempat, BPOM Sumbar agar segera secara aktif melakukan uji keamanan, mutu, dan khasiat obat yang diproduksi oleh perusahaan obat sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam industri farmasi.

Kelima, BPOM Sumbar secepatnya bersinergi dengan instansi terkait dan pihak berwenang untuk melakukan penertiban langsung ke apotek-apotek yang masih menyimpan dan menjual obat dan atau sirop yang dilarang oleh Pemerintah.

Keenam, Kemenkes RI dan atau Dinkes Provinsi Sumatera Barat serta BPOM harus segera memberi sanksi tegas apotek-apotek dan perusahaan obat yang masih menyediakan, memproduksi, dan menjual obat-obatan yang dilarang oleh pemerintah.

Dan ketujuh, Dinkes dan BPOM Provinsi Sumatera Barat serta perusahaan obat bertanggungjawab terhadap timbulnya dampak konsumsi obat yang menimbulkan AKI bagi anak-anak dikarenakan obat yang telah dilarang tersebut masih belum ditertibkan.

Disampaikan Miko, perbuatan tersebut dapat dituntut secara perdata dan pidana berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Jo Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo KUHP, serta beberapa peraturan perundang-undangan lainnya.

Baca juga: Menko PMK tinjau apotek di Bogor patuhi larangan penjualan obat sirop
Baca juga: Dinkes sebut pasien gagal ginjal akut di Bengkulu meninggal dunia
Baca juga: Epidemiolog desak pemerintah tetapkan gagal ginjal akut jadi KLB
 

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022