• Beranda
  • Berita
  • Luhut tak ingin ulangi kesalahan negara maju sebabkan krisis iklim

Luhut tak ingin ulangi kesalahan negara maju sebabkan krisis iklim

24 Oktober 2022 17:37 WIB
Luhut tak ingin ulangi kesalahan negara maju sebabkan krisis iklim
Tangkapan layar Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam webinar bertajuk "Ancaman Resesi Global: Transisi Ekonomi Hijau di Persimpangan Jalan" secara daring di Jakarta, Senin (24/10/2022). (ANTARA/Youtube Lab 45)

Indonesia akan fokus untuk menghindari kesalahan negara-negara maju dalam strategi pertumbuhan mereka terdahulu yang tidak berbasiskan low carbon....

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan pemerintah tidak ingin mengulangi kesalahan negara maju yang dalam mendorong pertumbuhan ekonominya menyebabkan krisis iklim.

Pemerintah Indonesia, lanjut Luhut berkomitmen untuk mendorong akselerasi proses transformasi ekonomi menjadi lebih hijau menuju low carbon economy berbasiskan dekarbonisasi dan transisi energi.

"Indonesia akan fokus untuk menghindari kesalahan negara-negara maju dalam strategi pertumbuhan mereka terdahulu yang tidak berbasiskan low carbon sehingga krisis iklim terjadi," katanya dalam Webinar Ancaman Resesi Global: Transisi Ekonomi Hijau di Persimpangan Jalan yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin.

Baca juga: Sri Mulyani: Perubahan iklim ancaman global yang sangat serius

Luhut menjelaskan pemerintah juga aktif mendorong konsep common but differentiated responsibilities (CBDR atau prinsip tanggung jawab bersamaan dengan bobot yang berbeda) terhadap krisis iklim dunia.

Dalam data yang dimilikinya, Luhut mengungkapkan tingkat emisi CO2 per kapita Indonesia ada di level 2,3 ton per kapita, masih jauh di bawah rata-rata global yang mencapai sebesar 4,5 ton per kapita. Angkanya pun jauh di bawah negara-negara maju seperti Amerika Serikat yang sudah mencapai 14,7 ton per kapita.

"Artinya diperlukan inisiatif pengurangan emisi yang berkeadilan di tataran global di mana negara-negara maju harus memikul tanggung jawab yang jauh lebih besar dalam kontribusi penghentian krisis iklim yang kita hadapi," katanya.

Indonesia sendiri telah mengumumkan Enhanced NDC (Update NDC) yang lebih ambisius di mana target penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia dengan kemampuan sendiri meningkat ke 31,89 persen, sedangkan target dengan dukungan internasional meningkat ke 43,20 persen.

Namun, Luhut menegaskan, meski targetnya terus bertambah, tetapi semua upaya dan strategi pencapaian tidak boleh mengganggu pertumbuhan ekonomi.

"Ini sangat penting. Jadi saya ulangi apapun yang kita lakukan tidak boleh mendistorsi pertumbuhan ekonomi kita ke depan," katanya.

Baca juga: Luhut: Hari Nusantara jadikan laut arus utama pembangunan nasional

Oleh karena itu, Luhut mengungkapkan ada sejumlah upaya yang akan dan tengah dilakukan Indonesia, yakni elektrifikasi industri dan sistem ekonomi salah satunya dengan kebijakan kendaraan listrik (EV).

Begitu pula investasi yang kini difokuskan untuk menarik investasi green industry (industri hijau) di sepanjang rantai nilai.

Pemerintah, lanjut Luhut, juga mengeksplorasi strategi untuk memaksimalkan nilai ekonomi karbon karena memiliki 15 persen dari potensi natural climate solution (solusi iklim alami) di dunia.

Saat ini pemerintah sedang menyiapkan bauran kebijakan yang terintegrasi terkait nilai ekonomi karbon termasuk carbon market dan carbon tax yang dapat mencapai dua tujuan, yaitu menurunkan emisi dan mengakselerasi monetisasi dari potensi blue carbon economy.

"Perlu ada keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan transisi energi. Sebagai contoh pembangunan Kaltara Industrial Estate akan menggunakan energi terbarukan berupa hydropower sebagai tulang punggung suplai energi industri tersebut," katanya.
 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022