Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej meminta masyarakat memahami sifat dasar hukum pidana yang dapat mengekang HAM.Hukum pidana itu sedikit banyaknya mengekang hak asasi manusia
"Hukum pidana itu sedikit banyaknya mengekang hak asasi manusia," kata Edward dalam sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di Universitas Palangka Raya, Kalimantan Tengah, seperti dipantau di Jakarta, Selasa.
Atas dasar itulah, lanjutnya, masyarakat harus bisa memahami adanya peraturan ketat yang diterapkan negara kepada masyarakat untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.
Di hadapan para mahasiswa, Edward mengakui hukum pidana merupakan bidang hukum yang paling "sial". Menurut dia, hukum pidana akan lebih berorientasi pada negara dibandingkan warga negara.
"Jadi, dia memosisikan warga negara itu tidak sederajat dengan negara," kata Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu.
Baca juga: Wamenkumham tinjau sejumlah lapas dan rutan di Medan
Oleh karena itu, Edward tidak menampik kondisi tersebut kerap menimbulkan pro dan kontra, apalagi dapat mengekang HAM. RKUHP yang saat ini masih dibahas, katanya, memiliki sejumlah tantangan terutama soal bagaimana mengubah pola pikir masyarakat (mind set) menuju paradigma hukum pidana modern.
Sebagai contoh, tambahnya, apabila terjadi suatu tindak kejahatan atau pidana, maka aparat penegak hukum, terutama masyarakat, cenderung mendorong pelaku segera dihukum dan dijatuhi hukuman berat. Hal itu berimbas pada hampir semua lembaga pemasyarakatan (lapas) di Tanah Air penuh.
"Kapasitas lapas di Indonesia itu hanya 160.000, sementara jumlah narapidana sudah 270,000," ujarnya.
Dengan hadirnya RKUHP, katanya, maka masalah kelebihan penghuni lapas dapat teratasi. Di saat bersamaan, masyarakat juga harus terus mendapatkan edukasi tentang perubahan pola pikir hukum, yang awalnya mengedepankan ajang balas dendam (lex talionis) menjadi keadilan restoratif.
Baca juga: Wamenkumham tinjau dua lapas di Kabupaten Gowa
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022