Kerusuhan tersebut dipicu tindakan keras oleh pihak berwenang terhadap gelombang protes selama lebih dari enam minggu atas kematian Mahsa Amini, seorang perempuan yang meninggal di tahanan setelah ditangkap polisi susila lantaran cara berpakaiannya yang dinilai tak pantas.
Ketua majelis hakim Provinsi Teheran mengatakan bahwa persidangan terhadap 1.000 orang yang telah melakukan tindakan sabotase dalam peristiwa baru-baru ini, termasuk menyerang atau membunuh penjaga keamanan dan membakar properti publik, akan berlangsung di Pengadilan Revolusioner.
Persidangan akan berlangsung secara terbuka minggu ini, kata dia.
Pihak berwenang Iran telah melancarkan tindakan keras yang mematikan untuk memadamkan kerusuhan.
Pada Sabtu (29/10), kantor berita aktivis HRANA melaporkan sebanyak 283 pengunjuk rasa telah tewas dalam kerusuhan, 44 di antaranya adalah anak di bawah umur. Sekitar 34 anggota pasukan keamanan juga tewas.
Demonstrasi tersebut menjadi salah satu tantangan paling berat bagi para pemimpin di Negeri Para Mullah itu sejak revolusi 1979.
Aksi protes terus berlanjut meskipun ada peringatan yang semakin keras. Pengawal Revolusi Iran terang-terangan memperingatkan pengunjuk rasa untuk menjauh dari jalanan.
Teheran telah menggambarkan protes tersebut sebagai plot oleh musuh-musuh Iran, termasuk Amerika Serikat dan Israel.
Para pengunjuk rasa dari semua lapisan masyarakat telah ambil bagian dalam demonstrasi tersebut. Para siswa dan perempuan memainkan peran yang menonjol dengan melambaikan dan membakar jilbab.
Sumber: Reuters
Baca juga: Iran peringatkan demonstran Sabtu hari terakhir kericuhan
Baca juga: Jerman panggil Dubes Iran, protes tindakan keras aparat keamanan
Baca juga: Iran tangkap 14 warga negara asing terkait kerusuhan
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022