"APH (Aparat Penegak Hukum) harus menindak tegas pelaku kekerasan serta memproses hukum sesuai hukum yang berlaku," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Ia menyampaikan prihatin terhadap R (29), ART yang disekap dan dianiaya oleh majikannya di Desa Cilame, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, pada 29 Oktober 2022. Korban merupakan warga Limbangan, Kabupaten Garut.
Dia mengatakan kasus yang dialami ART, baik penyiksaan, penyekapan, maupun perbudakan, masih terus berulang dan harus menjadi pelajaran.
Proses hukum terhadap pelaku tetap menjadi prioritas utama berdasarkan peraturan yang berlaku sehingga tidak terjadi kasus serupa di kemudian hari.
"Pada hakikatnya semua orang sama kedudukannya di depan hukum. Seharusnya tidak ada perbedaan perlakuan, baik terhadap rakyat kecil maupun penguasa," tutur Ratna.
Baca juga: Wakil Ketua DPR minta pemerintah dampingi ART korban penganiayaan
Ia menuturkan berdasarkan informasi Kepala Desa Cilame, pengungkapan kasus penyiksaan dan penyekapan itu berawal dari kecurigaan warga terhadap suara tangisan korban yang sering didengar warga hampir setiap malam selama dua atau tiga bulan terakhir.
Bahkan, korban sering dibiarkan kehujanan di luar rumah pada malam hari.
Berdasarkan beberapa kejadian yang terlihat itu, akhirnya warga curiga bahwa korban disiksa oleh majikannya.
Warga kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Kepala Desa Cilame. Kades kemudian berkoordinasi dengan polisi dan TNI untuk menolong korban.
Pada 29 Oktober, warga bersama polisi dan TNI mendobrak rumah yang menjadi lokasi penyekapan korban dan mengevakuasi korban.
Berdasarkan hasil visum, korban mengalami luka penganiayaan di bagian wajah, lengan, dan punggung.
Saat ini, pelaku sudah diamankan oleh tim Satreksrim Polres Cimahi.
Baca juga: Sahroni: Beri akses keadilan ART korban kekerasan
Baca juga: Hasil visum ART korban kekerasan di Jaktim tunjukkan banyak luka
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022