Dolar menguat di sesi Asia pada Senin sore, karena sentimen memburuk setelah China mengatakan pihaknya bertahan dengan pembatasan COVID yang ketat, menghancurkan harapan pembukaan kembali yang akan segera terjadi di ekonomi terbesar kedua di dunia yang sebelumnya telah memicu reli luas di sektor aset-aset berisiko.Orang agak berpikir akan ada pembukaan akhirnya ... tetapi tidak jelas bagi saya bahwa ada pembukaan kembali yang akan segera terjadi, dan saya pikir itu agak prematur
China mengatakan pada akhir pekan bahwa mereka akan bertahan dengan pendekatan "pembersihan dinamis" untuk kasus-kasus COVID-19 segera setelah mereka muncul, memberikan sedikit indikasi bahwa pihaknya akan melonggarkan strategi nol-COVID-nya hampir tiga tahun memasuki pandemi.
Dolar naik 0,55 persen terhadap yuan di pasar luar negeri China menjadi 7,2141, sementara dolar Australia dan Selandia Baru yang sensitif terhadap risiko juga termasuk di antara yang mencatat penurunan terbesar, keduanya jatuh hampir 1,0 persen di awal perdagangan Asia.
Aussie terakhir turun 0,7 persen pada 0,6426 dolar AS, sementara kiwi turun 0,6 persen menjadi 0,5893 dolar AS.
Kedua mata uang tersebut adalah penerima manfaat besar dari reli luas pada Jumat (4/11) - naik hampir 3,0 persen - karena spekulasi bahwa China dapat segera mengakhiri pembatasan COVID-nya semakin meningkat dan mendukung selera risiko.
"Orang agak berpikir akan ada pembukaan akhirnya ... tetapi tidak jelas bagi saya bahwa ada pembukaan kembali yang akan segera terjadi, dan saya pikir itu agak prematur," kata Alvin Tan, kepala strategi valas Asia di RBC Capital Markets.
Dampak ekonomi dari kebijakan nol-COVID China kembali disorot dalam angka perdagangan yang dirilis pada Senin, menunjukkan ekspor dan impor secara tak terduga berkontraksi pada Oktober, penurunan simultan pertama sejak Mei 2020.
Sementara itu, sterling turun tipis 0,3 persen menjadi 1,1340 dolar, dan euro melemah 0,1 persen menjadi 0,9949 dolar, menghapus beberapa lonjakan dari sekitar 2,0 persen pada Jumat (4/11).
"Setiap reli dalam Aussie, serta mata uang lainnya, kemungkinan akan berumur pendek, mengingat China masih sangat berkomitmen untuk pendekatannya terhadap wabah COVID," kata Carol Kong, ahli strategi mata uang di Commonwealth Bank of Australia (CBA).
Terhadap yen Jepang, dolar naik 0,32 persen menjadi 147,14.
Investor juga menilai laporan pekerjaan AS Jumat (4/11) yang menunjukkan bahwa perusahaan menambahkan lebih dari perkiraan 261.000 pekerjaan pada Oktober dan upah per jam terus meningkat, bukti pasar tenaga kerja yang masih ketat.
Tetapi petunjuk dari beberapa pelonggaran kondisi pasar, dengan tingkat pengangguran naik menjadi 3,7 persen, memicu harapan bahwa perubahan arah Fed yang banyak dicari bisa berada kian dekat, membatasi kenaikan dolar.
Terhadap sekeranjang mata uang, indeks dolar AS terakhir berdiri di 111,02. Indeks telah kehilangan hampir 2,0 persen pada akhir pekan lalu.
"Itu, secara keseluruhan, laporan yang cukup beragam," kata Kong dari CBA. "Dilihat dari reaksi pasar, investor benar-benar fokus pada peningkatan tingkat pengangguran, dan itu mungkin menyebabkan pelaku pasar mengurangi ekspektasi mereka pada suku bunga dana Fed."
Empat pembuat kebijakan Federal Reserve pada Jumat (4/11) juga mengindikasikan mereka masih akan mempertimbangkan kenaikan suku bunga yang lebih kecil pada pertemuan kebijakan berikutnya.
Dana fed berjangka sekarang menunjukkan bahwa pasar memperkirakan peluang 69 persen untuk kenaikan suku bunga 50 basis poin pada pertemuan Fed Desember, dengan titik data penting berikutnya adalah angka inflasi AS pada Kamis (10/11).
Baca juga: Pria di China salahkan kebijakan ketat COVID-19 atas kematian putranya
Baca juga: Harga minyak awal pekan turun di tengah pembatasan COVID China
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2022