“Dulu ada penelitiannya, banyak gula bikin hiperaktif. Penelitian itu sudah disangkal karena anak yang makan gula berlebihan enggak bikin hiperaktif,” ucapnya dalam diskusi mengenai konsumsi manis pada anak, yang diikuti di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan bahwa yang sebenarnya terjadi adalah ketika anak mengonsumsi gula berlebihan, energinya akan naik dan turun dengan cepat sehingga mengganggu suasana hati dan konsentrasinya atau sering disebut sugar rush.
“Penelitian terbaru anak yang makan gula berlebihan ternyata energinya naik turunnya cepat banget akhirnya yang terganggu adalah mood dan konsentrasi, moodnya jadi jelek dan cepat marah karena kosentrasinya terganggu,” ucapnya.
Baca juga: Dokter: Beri gula pada makanan pendamping ASI setengah sendok teh
Baca juga: Kenali gejala dan penanganan Diabetes Melitus Tipe 1 pada anak
Herbowo menjelaskan hiperaktif berbeda dengan anak aktif pada umumnya. Hiperaktif adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh gangguan pada otak.
Anak dengan gangguan yang sering disebut Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau gangguan hiperaktif pemusatan perhatian ini memang cenderung memiliki konsentrasi yang kurang baik, sehingga jika diberi gula berlebihan maka akan semakin tidak terkontrol.
“Kalau anak hiperaktif yang sudah ada gangguan sebelumnya begitu dikasih gula berlebihan akan lebih sulit mengontrolnya karena energi anak enggak habis-habis dan moodnya jadi kurang baik, konsentrasinya juga,” ucap Herbowo.
Herbowo mengatakan beberapa cara agar anak tidak mudah kecanduan makanan dan minuman yang mengandung gula berlebih yaitu orang tua perlu membatasi anak untuk tidak membeli makanan dan minuman manis dan menggantinya dengan yang lebih sehat.
“Nomor satu turunkan konsumsi manis-manis secara perlahan. Kedua batasi makanan mengandung gula tambahan dan mengganti dengan minuman yang lebih bisa diterima dan sehat seperti jus,” ucapnya.
Ia juga menyarankan untuk membuat jus sendiri agar bisa mengatur jumlah gula yang dipakai. Selain itu orang tua juga harus belajar melihat tabel nutrisi pada kemasan untuk melihat berapa banyak gula yang dipakai.
“Mulai melatih anak untuk belajar pengganti yang bentuknya bukan jus misalnya dengan madu, kayu manis, lemon jadi ada rasa yang lain anaknya dilatih itu yang paling bisa membantu,” ucap Herbowo.
Konsumsi gula, menurut Herbowo, tidak akan langsung menjadi penyakit diabetes, namun didahului dengan obesitas. Anak yang mengalami obesitas akan menjadi faktor risiko terjadinya diabetes jika ada keturunan diabetes dari orang tua.
“Hati-hati yang suka makan gula, obesitasnya akan menjadi diabetes. Yang tidak obesitas juga bukan berarti enggak akan diabetes karena penumpukan gula bisa terjadi walaupun enggak harus gemuk,” ucapnya.*
Baca juga: Gagal jantung hingga diabetes, dampak Omicron pada anak
Baca juga: Lika liku diabetes pada anak
Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022