"Vasektomi hampir 100 persen efektif dalam mencegah kehamilan," kata Andika kepada ANTARA lewat aplikasi pesan, Jumat, bertepatan dengan Hari Vasektomi Sedunia yang jatuh pada 18 November.
Dia menjelaskan vasektomi adalah operasi rawat jalan dengan risiko komplikasi atau efek samping yang rendah.
Dengan melakukan vasektomi, seseorang tidak perlu mengambil langkah-langkah pengendalian kelahiran sebelum berhubungan seks, misalnya memakai kondom.
Pria yang bisa menjalani vasektomi setidaknya harus berusia lebih dari 25 tahun, usia di mana kondisi dianggap optimal. Namun, tidak ada angka usia maksimal untuk prosedur vasektomi.
"Menurut penelitian oleh American Journal of Men’s Health pada umumnya vasektomi dilakukan pada usia 35 tahun dengan tipikal batas usia antara 30 – 56 tahun karena berbagai faktor sosial dan kematangan mental," jelas dia.
Setiap laki-laki harus mempersiapkan kondisi fisik agar fit sehingga prosedur vasektomi bisa berjalan lancar.
Sebelum vasektomi dilakukan, pasien harus menjalani pemeriksaan medis dan wawancara bersama dokter. Andika menjelaskan pada pertemuan awal dokter akan memberikan pemahaman bahwa prosedur vasektomi bersifat permanen.
"Dan itu bukan pilihan yang baik jika ada kemungkinan seseorang ingin memiliki anak di masa depan," katanya.
Pemeriksaan medis untuk calon pasien vasektomi meliputi pemeriksaan laboratorium sebelum operasi, misalnya tes alergi obat dan pemeriksaan darah.
Pasien juga harus melakukan skrining check up pra operasi, tidak boleh mengonsumsi obat pengencer darah seperti aspirin atau warfarin selama tujuh hari sebelum vasektomi.
Sebelum vasektomi, pasien juga diminta membersihkan alat kelamin dan mencukur bulu kelamin di seluruh skrotum, serta menghindari makanan berat dan mengganti dengan kudapan ringan.
"Pasien pun membawa pakaian dalam yang ketat untuk dipakai setelah vasektomi, guna menopang skrotum dan mengurangi pembengkakan yang terjadi," jelas Andika.
Vasektomi sebaiknya tidak dilakukan oleh pria yang belum memiliki keturunan, usia muda di bawah 30 tahun, memiliki penyakit berat, tidak memiliki pasangan, dan punya keluhan nyeri pada skrotum.
Prosedur ini harus ditunda jika pasien punya penyakit atau kondisi seperti infeksi lokal, infeksi sistemik akut, penyakit menular seksual, filariasis atau infeksi akibat cacing filaria, elefantiasis juga massa intra skrotum.
Kondisi lain yang membuat pasien harus menunda vasektomi adalah bila ada hipersensitivitas terhadap agen anestesi yang digunakan.
Andika menuturkan ada sejumlah kondisi yang mempersulit prosedur vasektomi, yakni bila ada riwayat trauma skrotum, varikokel atau hidrokel yang besar, ada riwayat operasi karena cryptorchidism, Hernia inguinalis serta gangguan pembekuan darah.
Baca juga: Kepala BKKBN tegaskan KB perlu partisipasi aktif dari suami
Baca juga: Spesialis Urologi: Partisipasi pria dalam program KB masih rendah
Baca juga: BKKBN Kalbar beri pelayanan KB gratis kepada warga perbatasan
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022