"Selama ini, produk darah seperti albumin, faktor VIII, faktor IX, itu masih diimpor lebih dari Rp1 triliun. Jadi ini suatu upaya sesuai dengan instruksi bapak presiden untuk meningkatkan produksi dalam negeri, mengurangi impor," kata Ketua Umum PMI Pusat Jusuf Kalla (JK) di Hotel Grand Mercure di Jakarta, Senin.
Lebih lanjut, JK mengatakan Indonesia memiliki jumlah bahan baku produk darah, yakni plasma, yang cukup besar. Sayangnya, selama ini plasma banyak terbuang percuma. Biaya yang diperlukan untuk memusnahkan plasma juga terbilang tinggi.
"Ongkos (untuk membuang plasma) saja Rp3,5 miliar per tahun, karena kan kita tidak bisa buang sembarangan, harus dimusnahkan oleh perusahaan yang spesialisasinya memusnahkan bahan-bahan sisa. Jadi selain sia-sia juga makan ongkos," ujar JK.
Padahal, kata dia, plasma tersebut dapat diolah dengan melakukan fraksionasi yang hasilnya sangat bermanfaat sebagai obat. Sehingga, PMI pun menggandeng BPOM, Kementerian Kesehatan, serta industri farmasi baik BUMN dan swasta, untuk turut mendukung industri fraksionasi plasma.
Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2019, fraksionasi plasma merupakan pemilahan derivat plasma menjadi produk plasma dengan menerapkan teknologi dalam pengolahan darah.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito mengatakan pihaknya mengharapkan dukungan dari seluruh jajaran pengurus PMI dan pemerintah daerah agar semakin banyak Unit Donor Darah (UDD) PMI dan rumah sakit yang mendapatkan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
"Hingga November 2022 ini BPOM telah menerbitkan sertifikat CPOB bagi 19 UDD yang terdiri dari 18 UDD PMI dan satu UDD rumah sakit. Targetnya dalam lima tahun ke depan ada 60 UDD yang mendapatkan sertifikat," katanya.
Menurutnya, semakin banyak UDD yang memperoleh sertifikat CPOB, maka semakin meningkat pula kapasitas UDD untuk berkontribusi dalam pemenuhan bahan baku produk plasma.
Penny mengatakan, BPOM akan berkomitmen penuh melakukan langkah-langkah untuk memfasilitasi pengembangan fraksionasi plasma melalui pengawalan, menjamin mutu mulai dari bahan baku hingga produk jadi, serta proses registrasi produk plasma untuk diedarkan di Indonesia.
"Salah satu pengawalan tersebut adalah pendampingan penerapan CPOB pada UDD sebagai penyedia bahan baku fraksionasi plasma, dan kami berikan pelatihan dan asistensi regulatori. BPOM juga mengupayakan percepatan sertifikasi CPOB pada UDD yang potensial," kata Penny.
Ia menambahkan bahwa dengan produk darah dalam negeri yang aman dan bermutu serta melimpahnya sumber daya bahan baku produk darah di Indonesia, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tak hanya di level nasional tapi juga untuk ekspor global.
Baca juga: BPOM inisiasi forum lintas sektor untuk industri fraksionasi plasma
Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022