Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengingatkan pentingnya meningkatkan cakupan imunisasi untuk mencegah polio yang ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) oleh Kementerian Kesehatan usai penemuan satu kasus di Pidie, Aceh.Kalau imunisasi polionya diberikan lengkap, kira-kira 95 persen bisa tidak terkena atau tidak tertular (polio). Sebesar95 persen ini sudah bagus banget. Kita manusia, banyak kelemahan, tapi ini salah satu ikhtiar untuk membuat anak menjadi sehat
"Kalau imunisasi polionya diberikan lengkap, kira-kira 95 persen bisa tidak terkena atau tidak tertular (polio). Sebesar95 persen ini sudah bagus banget. Kita manusia, banyak kelemahan, tapi ini salah satu ikhtiar untuk membuat anak menjadi sehat," kata Ketua IDAI dr Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K) dalam bincang-bincang kesehatan yang digelar daring dan diikuti di Jakarta, Kamis.
Ia menambahkan bahwa cakupan imunisasi yang tinggi sangat penting untuk melindungi anak-anak yang rentan mengalami gejala berat polio karena memiliki kondisi khusus seperti immunocompromised atau masalah sistem imun.
"Anak yang menderita kanker yang sedang mendapatkan sitostatika atau anak yang sakit ginjal yang mendapatkan terapi steroid. Mereka kan daya tahan tubuhnya sedang sangat rendah, tentu saja kita mesti lindungi anak-anak seperti ini dengan cakupan imunisasi yang tinggi," katanya.
Sayangnya sejak pandemi COVID-19, kata dia, mengatakan bahwa cakupan imunisasi di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia menurun.
Lebih lanjut, ujar dia, penurunan cakupan imunisasi juga disebabkan oleh banyaknya misinformasi terkait imunisasi yang beredar di tengah masyarakat.
"Teori konspirasi lah, halal haram, takut KIPI. Ini sangat menyebar di kalangan masyarakat. Bahkan ketika kasus polio ini, ada ibu bertanya ini permainan apa lagi. Separah itu kondisi misinformasi yang dialami masyarakat," katanya.
Untuk itu, menurut dia, seluruh stakeholder perlu menggencarkan edukasi yang positif untuk melawan misinformasi di tengah masyarakat agar mereka mau membawa anak ke fasilitas layanan kesehatan terdekat untuk diimunisasi.
Piprim juga mengingatkan bahwa masyarakat tak perlu ragu mengenai halal haramnya imunisasi sebab pada 2016 MUI telah mengeluarkan fatwa bahwa program imunisasi hukumnya wajib jika pada kondisi darurat dan hajat.
Kondisi darurat, kata dia, adalah ketika anak tidak diimunisasi kemudian tertular penyakit maka nyawanya akan terancam. Sedangkan hajat adalah jika tidak diimunisasi kemudian tertular penyakit maka akan menyebabkan kecacatan.
"Jadi kalau ada kondisi darurat dan hajat, wajib hukumnya walau vaksin itu belum ada sertifikat halalnya. Pilihannya mau cacat atau mau sehat? Kita mesti ikhtiar. Saya kira orang tua harus paham fatwa MUI ini," katanya.
"Saya kira di situasi KLB ini ada Pekan Imunisasi Nasional (PIN), semua anak diberikan imunisasi polio. Jadi strateginya bisa imunisasi kejar atau menunggu PIN. Mudah-mudahan status KLB ini membuka mata orang tua akan pentingnya imunisasi dasar yang gratis," demikian Piprim Basarah Yanuarso.
Baca juga: Pemprov Aceh lakukan vaksinasi massal cegah penyebaran polio
Baca juga: IDAI: Efek samping vaksin lebih ringan dibandingkan terpapar penyakit
Baca juga: Dokter: Polio bisa dicegah dengan imunisasi lengkap dan PHBS
Baca juga: IDAI : Polio jadi KLB bukti bahwa imunisasi tidak boleh dilewatkan
Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022