Pipa yang saat ini sedang dibangun itu akan membawa gas dari cadangan Yamal di Siberia barat --sumber utama pasokan gas ke Eropa-- ke China.
China merupakan konsumen energi terbesar dunia dan konsumen gas dengan pertumbuhan tercepat.
Pipa tersebut baru-baru ini berada di bawah pengawasan setelah EU memutuskan untuk meninggalkan produk hidrokarbon Rusia sejak perang Rusia-Ukraina berkecamuk pada 24 Februari 2022.
Rusia, yang sangat bergantung pada Eropa untuk ekspor gas alam, bermaksud mengompensasi hilangnya pangsa pasar di Eropa dengan mengirimkan gas alam ke Asia, khususnya China.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengisyaratkan kemungkinan pergeseran dalam peta energi Rusia, ketika pada 14 April lalu dia mengatakan telah menginstruksikan pemerintah untuk bersiap mengalihkan pasokan sumber daya energi ke timur, di tengah rencana Barat untuk berhenti membelinya.
Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak juga mengatakan bahwa ekspor gas alam Rusia ke negara-negara EU pada 2022 diperkirakan turun sebesar 50 miliar meter kubik (bcm).
Pipa Power of Siberia-1, satu-satunya pipa ekspor operasional Rusia ke Asia, belum mencapai kapasitas penuh.
Meskipun pipa tersebut direncanakan untuk mengalirkan 38 bcm gas alam dari Rusia ke China setelah mencapai kapasitas penuh, volume ini hanya setara dengan 25 persen dari rata-rata tahunan sekitar 155 bcm gas yang dikirim ke Eropa sebelum perang.
Selain pipa Power of Siberia-1, Rusia berencana membangun pipa Power of Siberia-2, yang diperkirakan akan mulai dibangun pada 2024 dan selesai pada 2030.
Power of Siberia 2 akan mengirimkan 50 bcm gas alam setiap tahun, menjadikan total impor gas dari Rusia ke China menjadi 88 bcm melalui pipa ketika kedua jalur Power of Siberia mencapai kapasitas penuh.
Rusia saat ini menyumbang sekitar 10 persen impor gas tahunan China melalui pipa dan pengiriman LNG (gas alam cair).
Namun, dengan peningkatan kapasitas yang direncanakan, Rusia akan menjadi pemasok gas utama China. Beijing saat ini mengimpor sekitar 45 persen dari kebutuhan gasnya.
China juga menghasilkan gas alam, tetapi untuk memenuhi kebutuhan gas tahunan sekitar 372 bcm, Beijing memproduksi 208 bcm gas alam dan mengimpor lebih dari 160 bcm pada 2021.
China menerima sepertiga gasnya dari jaringan pipa dan sisanya dari LNG.
Beijing tahun lalu mengimpor 53,2 bcm melalui pipa, dibandingkan dengan 109,5 bcm LNG.
Di antara pemasok LNG China adalah Australia (43,6 bcm), AS (12,4 bcm), Qatar (12,3 bcm), dan Malaysia (11,7 bcm).
Negara tersebut mengimpor 31,5 bcm gas melalui pipa dari Turkmenistan, 7,6 bcm dari Rusia, 5,9 bcm dari Kazakhstan, 4,3 bcm dari Uzbekistan, dan 3,9 bcm dari Myanmar.
China memiliki 24 terminal LNG yang beroperasi pada November 2022, dengan total kapasitas penerimaan tahunan sebesar 109,5 juta ton. Negara ini memiliki 15 pabrik penyimpanan gas dengan total kapasitas 17 bcm.
Beijing bermaksud memperluas terminal LNG dengan menambah 34 terminal baru pada 2035, sehingga total kapasitasnya menjadi 224 juta ton. Sebagian besar terminal LNG berada di kota-kota selatan dan timur.
Sumber: Anadolu
Baca juga: IEA peringatkan Uni Eropa dapat hadapi kekurangan gas tahun depan
Baca juga: Putin dan Erdogan bahas ide pembuatan "pusat gas"
Baca juga: Iran teken komitmen proyek gas dan LNG 40 miliar dolar AS dengan Rusia
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022