Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan nilai tukar rupiah akan bergerak menguat sesuai dengan faktor fundamentalnya saat ketegangan dan gejolak global mereda.Faktor fundamental tersebut yakni pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi, inflasi yang rendah, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) yang menarik, dan dukungan stabilitas eksternal yang terjaga
"Faktor fundamental tersebut yakni pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi, inflasi yang rendah, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) yang menarik, dan dukungan stabilitas eksternal yang terjaga," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Seminar Nasional Outlook Perekonomian Jakarta 2023 yang dipantau secara daring di Jakarta, Rabu.
Stabilitas eksternal yang terjaga tercermin dari perkiraan transaksi berjalan yang akan seimbang pada tahun depan, setelah tahun ini menghadapi surplus yang didukung oleh kinerja ekspor yang baik, katanya.
Neraca modal juga akan mengalami surplus yang berasal dari penanaman modal asing dan potensi masuknya investasi portofolio, sehingga pada akhirnya akan mendukung peningkatan cadangan devisa.
Baca juga: BI: Cadangan devisa November naik, menjadi 134 miliar dolar AS
Meski saat ini cenderung terdepresiasi, Perry Warjiyo menilai stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga karena didukung oleh komitmen BI yang tinggi untuk terus menjaga stabilitas kurs Garuda.
Dari sisi kebijakan moneter, lanjutnya, untuk menurunkan inflasi dan melakukan stabilitas rupiah, tiga instrumen BI terus semakin dioptimalkan. Pertama, kebijakan suku bunga acuan yang frontloaded, pre-emptive, dan forward looking secara terukur untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini masih tinggi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasarannya.
Bank sentral memproyeksikan inflasi inti akan turun ke bawah level 4 persen pada semester I 2023 sehingga masuk dalam target dua sampai 4 persen pada tahun depan.
Baca juga: BI proyeksi inflasi turun ke 1,5 sampai 3,5 persen pada tahun 2024
Instrumen kedua, lanjutnya, yaitu kebijakan stabilisasi rupiah akan terus dilakukan untuk memitigasi tekanan global, sehingga triple intervention akan terus dilakukan baik di pasar spot, pasar Domestic Non Delivery Forward (DNDF), maupun transaksi SBN di pasar sekunder.
"Stabilitas nilai tukar rupiah sangat penting untuk memitigasi imported inflation guna menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta tentu saja mendorong pemulihan ekonomi kita," tuturnya.
Kemudian, lanjutnya, instrumen ketiga yaitu koordinasi erat dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk memastikan kenaikan imbal hasil SBN, khususnya jangka panjang, tidak berlebihan dan tetap terjaga untuk pembiayaan fiskal, menarik investor asing masuk, dan menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Oleh karena itu BI akan terus mengoptimalkan twist operation dengan melakukan penjualan SBN tenor jangka pendek dan melakukan pembelian SBN tenor jangka panjang.
Baca juga: BI beli SBN di pasar perdana Rp974,09 triliun sejak 2020 - 15 November
Baca juga: INDEF: Perlu parameter yang jelas soal BI beli SBN di pasar perdana
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022