Produksi yang lemah menjadi pertanda buruk bagi perusahaan-perusahaan Jepang karena mereka menghadapi seruan yang meningkat untuk menaikkan gaji pekerja guna melawan inflasi, yang dipandang penting untuk pertumbuhan ekonomi terbesar ketiga di dunia itu pasca-pandemi.
"Dampak kenaikan suku bunga luar negeri, pertumbuhan yang lebih lambat, dan permintaan belanja modal yang lemah secara bertahap mencapai Jepang," kata Ekonom Sompo Institute Plus, Masato Koike.
"Produksi pasti tetap lemah untuk Oktober-Desember dan kemungkinan besar terhenti karena ekonomi global belum mencapai yang terburuk."
Produksi pabrik turun 0,1 persen pada November dari bulan sebelumnya, data pemerintah menunjukkan pada Rabu, penurunan yang lebih kecil dari rata-rata perkiraan pasar untuk penurunan 0,3 persen.
Baca juga: Pertumbuhan aktivitas pabrik Jepang Agustus turun ke terendah setahun
Itu menandai penurunan bulanan ketiga dalam produksi Jepang dan mengikuti penurunan 3,2 persen yang direvisi pada Oktober serta kontraksi 1,7 persen pada September.
Produksi permesinan umum anjlok 7,9 persen, sedangkan mesin produksi jatuh 5,7 persen, menurunkan indeks keseluruhan pada November. Produksi produk otomotif juga turun 0,8 persen.
Seorang pejabat Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri (METI) mengatakan pada media briefing bahwa mesin untuk membuat semikonduktor atau layar panel datar mengalami penurunan permintaan di pasar luar negeri seperti China, Eropa dan Amerika Utara.
METI memangkas penilaian produksi industri untuk bulan kedua berturut-turut, mengatakan "produksi melemah".
Manufaktur yang disurvei oleh METI memperkirakan produksi naik 2,8 persen pada Desember dan turun 0,6 persen pada Januari, tetapi produksi dapat terus turun, pejabat itu menambahkan, dengan mengatakan perusahaan cenderung menurunkan rencana produksi mereka setelahnya dalam beberapa bulan terakhir.
Baca juga: Honda akan pangkas produksi mobil di dua pabrik Jepang pada Oktober
Menyusul kontraksi yang mengejutkan pada Juli-September, para ekonom memperkirakan Jepang tumbuh 3,3 persen secara tahunan pada Oktober-Desember karena permintaan domestik yang kuat, jajak pendapat Reuters terbaru menunjukkan.
Tetapi inflasi pada level tertinggi empat dekade sedang menguji ketahanan belanja konsumen. Penjualan ritel Jepang turun bulan ke bulan untuk pertama kalinya dalam lima bulan pada November, data resmi menunjukkan pada Senin (26/12/2022).
Bisnis juga tidak optimis. Pekan lalu pemerintah memperingatkan risiko rantai pasokan dari lonjakan COVID-19 China, sementara perubahan mengejutkan bank sentral Jepang (BoJ) pada kebijakan pengendalian imbal hasil memicu ketidakpastian bagi beberapa pemberi pinjaman.
Perusahaan-perusahaan Jepang menuju pembicaraan perburuhan tahunan untuk 2023 awal tahun depan. Kenaikan upah yang substansial dipandang perlu untuk keluarnya BoJ dari pelonggaran yang sangat longgar.
Kenaikan upah tahun depan bisa berakhir "tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah", kata Koike dari Sompo, karena prospek kenaikan gaji yang menguat diimbangi oleh prospek ekonomi global yang lebih gelap.
"Upah riil Jepang tidak mungkin menunjukkan pertumbuhan yang luar biasa, yang dapat mencegah BoJ mengambil tindakan drastis untuk keluar dari pelonggaran moneter."
Baca juga: Jepang naikkan proyeksi pertumbuhan PDB jadi 1,5 persen untuk 2023
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022