Pembatasan harga semacam itu belum pernah terjadi sebelumnya, bahkan semasa Perang Dingin antara Barat dan Uni Soviet.
Pembatasan oleh Barat bertujuan untuk melumpuhkan aksi militer Rusia di Ukraina, tanpa memicu kemarahan pasar jika dilakukan dengan blokade pasokan minyak.
Para pedagang yang ingin mendapatkan akses pembiayaan Barat untuk pengapalan minyak secara global harus berjanji untuk tidak membeli minyak dari Rusia dengan harga di atas 60 dolar AS (sekitar Rp941.145) per barel.
Batasan itu mendekati harga minyak Rusia saat ini, tetapi jauh di bawah kisaran harga yang dinikmati Rusia selama setahun terakhir.
Baca juga: Harga minyak stabil, produksi AS naik & China longgarkan batasan COVID
"Rezeki nomplok" dari penjualan energi telah membantu Rusia mengimbangi sanksi-saksi keuangan yang dihadapinya.
Dekret yang dikeluarkan Putin itu disiarkan dalam portal berita pemerintah dan situs web Kremlin.
Dekret itu dikeluarkan sebagai respons langsung terhadap "tindakan-tindakan tak bersahabat dan kontradiktif dengan hukum internasional oleh Amerika Serikat serta negara-negara asing dan organisasi-organisasi internasional yang bergabung dengan mereka".
Baca juga: Infrastruktur sipil rusak usai Rusia bombardir Kherson
Larangan itu akan menghentikan penjualan minyak mentah ke negara-negara yang menerapkan pembatasan harga pada 1 Februari-1 Juli 2023.
Larangan terpisah bagi produk-produk turunan minyak seperti bensin dan solar akan diberlakukan pada tanggal yang akan ditetapkan kemudian oleh pemerintah Rusia.
Dalam kasus-kasus khusus, Putin memiliki wewenang untuk mengesampingkan larangan-larangan itu.
Rusia merupakan eksportir minyak terbesar kedua setelah Arab Saudi. Setiap gangguan dalam penjualan minyaknya akan berdampak luas bagi pasokan energi global.
Sumber: Reuters
Baca juga: Rusia akan hentikan pasokan dan produk minyak jika harga dibatasi
Baca juga: China dan Rusia akhiri latihan AL gabungan
Pewarta: Anton Santoso
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2022