Menurut dia, sistem proporsional terbuka yang diberlakukan sejak Pemilu 2009 mengoreksi kekurangan dari sistem tertutup terutama dalam upaya memperkuat konstituensi dan legitimasi antara anggota legislatif terpilih dengan konstituen.
Baca juga: Bagja: Penyelenggara lebih baik tak ikut perdebatan sistem pemilu
“Karena itu sistem proporsional terbuka jauh lebih demokratis daripada sistem proporsional tertutup,” kata dia, di Jakarta, Jumat.
Hal itu dia bilang terkait uji materi yang dilakukan beberapa pihak terkait pasal 168 ayat (2) UU Pemilu. Pasal itu mengatur tentang sistem proporsional terbuka atau pemungutan suara dengan memilih calon anggota legislatif.
Ia menilai proporsional terbuka lebih demokratis karena memberi ruang yang setara dan adil bagi calon anggota legislatif untuk berkompetisi dalam pemilu merebut hati rakyat.
Baca juga: Anggota DPR minta KPU hati-hati beri komentar terkait sistem pemilu
Ia mengatakan siapa pun yang memperoleh suara terbanyak dan partai politiknya memperoleh kursi yang bersangkutan berhak menjadi wakil rakyat terpilih.
“Derajad legitimasi calon terpilih pun bisa dipertanggungjawabkan secara rasional dan objektif,” ujarnya.
Selain itu menurut dia, rakyat bisa berinteraksi dan mengenal langsung calon anggota legislatif yang akan dipilih, bisa membangun kontrak politik, dan mengawal kinerja selama lima tahun.
Baca juga: PSI: Sistem proporsional tertutup khianati demokrasi
Ia menegaskan, penerapan sistem proporsional terbuka dengan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak sesungguhnya diperkuat dengan amar putusan MK tanggal 23 Desember 2008.
“Melalui putusan tersebut MK menyatakan bahwa calon terpilih berdasarkan suara terbanyak dan bukan nomor urut. Siapa pun yang meraih suara terbanyak berhak menjadi wakil rakyat,” ujarnya.
Baca juga: F-PAN: MK harus hati-hati putuskan uji materi terkait sistem pemilu
Ia berharap dengan seluruh argumentasi tersebut, MK akan memutuskan secara cermat gugatan yang saat ini bergulir dengan menimbang nilai-nilai kedaulatan rakyat, representasi, dan demokrasi.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2022