"Kami mendesak pemerintah dan para penegak hukum secara tegas dan komitmen menjalankan UU Nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, termasuk menghukum pelaku kejahatan terhadap anak dengan hukuman berat, terlebih jika pelaku terbukti residivis," katanya di Jakarta, Rabu.
Hal itu disampaikan Nihayatul terkait kasus penculikan anak inisial MA di Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu. Dia juga mengapresiasi kinerja kepolisian yang bisa menyelesaikan kasus penculikan anak.
Wakil Ketua Komisi IX itu menegaskan tahun 2022, Polri mencatat sebanyak 11.012 kasus kekerasan anak. Angka itu meningkat dari tahun 2021 sebanyak 14.517 kasus kekerasan anak berdasarkan data Kementerian PPPA. Bahkan kata dia, di tahun 2019, Polri mencatat 2.303 kasus kejahatan penculikan dan mempekerjakan anak.
"Data itu menunjukkan bahwa anak-anak Indonesia belum bisa mendapatkan rasa aman dan terlindungi dari segala tindak kekerasan dan hal lain yang membahayakan ketika berada di lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, ruang bermain atau dimana pun di seluruh ruang publik," katanya menegaskan.
Selain itu, dia mendesak pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan perlindungan khusus kepada anak yang menjadi korban, seperti penanganan yang cepat, perawatan, pendampingan psikososial serta memastikan keberlangsungan pendidikan anak.
Selanjutnya, memberikan lingkungan yang aman dan nyaman untuk perkembangan anak. Mengevaluasi Lembaga Pemasyarakatan bagi narapidana kejahatan terhadap anak. Serta mengimplementasikan daerah ramah anak (Kabupaten/Kota Layak Anak) secara maksimal.
"Kami mendorong pemerintah untuk menggencarkan sosialisasi Undang – Undang tentang perlindungan anak," harapnya.
Baca juga: Tekan kasus kekerasan anak KemenPPPA terapkan strategi pencegahan
Baca juga: Psikolog pesan orang tua dampingi anak saat bermain di luar rumah
Baca juga: PKB komitmen jadikan kantor tempat pelaporan kekerasan anak
Pewarta: Fauzi
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023