• Beranda
  • Berita
  • Yen melonjak di awal sesi Asia, dolar tentatif jelang data inflasi AS

Yen melonjak di awal sesi Asia, dolar tentatif jelang data inflasi AS

12 Januari 2023 09:00 WIB
Yen melonjak di awal sesi Asia, dolar tentatif jelang data inflasi AS
Ilustrasi - Uang kertas dolar AS dan yen Jepang. ANTARA/Shutterstock/aa.
Yen mendapat dorongan di awal sesi Asia pada Kamis pagi, di tengah ekspektasi bahwa bank sentral Jepang (BoJ) akan meninjau efek samping dari pelonggaran moneter, sementara dolar menghentikan penurunannya dan terhuyung-huyung dekat level terendah tujuh bulan terhadap euro jelang data inflasi AS hari ini.

Yen Jepang melonjak hampir 0,7 persen menjadi 131,58 per dolar pada awal perdagangan Asia, menyusul laporan Yomiuri bahwa BoJ akan meninjau efek samping dari pelonggaran moneter pada pertemuan kebijakan minggu depan dan mungkin mengambil langkah tambahan untuk memperbaiki distorsi pada kurva imbal hasil. Yen terakhir dibeli 131,92 per dolar.

Berita tersebut mengikuti perubahan kebijakan mengejutkan BoJ pada Desember untuk kontrol imbal hasil obligasi, meskipun langkah tersebut telah gagal mengatasi distorsi yang disebabkan di pasar obligasi dari pembelian obligasi besar-besaran oleh bank sentral.

"Laporan tersebut kemungkinan menambah optimisme (yen)," kata Saktiandi Supaat, kepala regional riset dan strategi valas Maybank.

"Pertemuan BoJ yang akan datang ... ekspektasi revisi naik perkiraan inflasi bank dan pengumuman gubernur BoJ yang akan datang, kemungkinan akan memberi masukan pada ekspektasi perubahan kebijakan."

Di tempat lain, dolar stabil dengan hati-hati menjelang data inflasi AS yang diawasi ketat pada Kamis malam, yang akan memberikan lebih banyak kejelasan tentang berapa banyak inflasi di ekonomi terbesar dunia itu telah dijinakkan dan tentang jalur kenaikan suku bunga Federal Reserve.

Sterling sedikit berubah pada 1,21505 dolar, sementara indeks dolar AS merayap 0,02 persen lebih tinggi menjadi 103,14, meskipun tetap tidak jauh dari level terendah tujuh bulan di 102,93 yang dicapai awal pekan ini.

Ekspektasi bahwa Fed mungkin mendekati akhir dari kampanye pengetatan kebijakan moneter yang agresif dan mungkin tidak perlu menaikkan suku bunga setinggi yang dikhawatirkan sebelumnya, telah membuat greenback jatuh ke posisi terendah baru terhadap rekan-rekannya tahun ini.

"Saya pikir jika kita mendapatkan laporan IHK yang cukup lemah ... itu akan menunjukkan bahwa inflasi berada pada tren penurunan yang berkelanjutan, yang dicari oleh FOMC (Komite Pasar Terbuka Federal)," kata Carol Kong, ahli strategi mata uang di Commonwealth Bank of Australia.

Euro terakhir 0,07 persen lebih tinggi di 1,0764 dolar, setelah melonjak ke puncak tujuh bulan di 1,07765 dolar di sesi sebelumnya.

"Euro telah ... menguat didukung beberapa perkiraan dovish untuk FOMC dan juga di atas itu, kami memiliki ECB (Bank Sentral Eropa) yang sangat hawkish."

Aussie naik 0,11 persen menjadi 0,69135 dolar AS, sedangkan kiwi naik 0,13 persen menjadi diperdagangkan di 0,6375 dolar AS.

Data inflasi Australia yang dirilis pada Rabu (11/1/2022) menunjukkan bahwa inflasi tahunan meningkat kembali menjadi 7,3 persen pada November, setelah secara mengejutkan turun menjadi 6,9 persen pada Oktober, menggarisbawahi tantangan yang dihadapi bank sentral Australia (RBA) saat mencoba mendinginkan perekonomian.

"Beberapa kenaikan harga sejumlah komponen berarti bahwa kita mungkin menunggu satu atau dua bulan lagi sebelum kita dapat dengan yakin menyebut 'inflasi puncak' di Australia," kata Rob Carnell, kepala penelitian regional Asia-Pasifik ING.

Kedua mata uang Antipodean itu telah memulai tahun ini dengan pijakan yang kuat dengan latar belakang pembukaan kembali China, yang telah mendorong permintaan untuk aset-aset berisiko.

Yuan di pasar luar negeri China naik ke puncak lima bulan di 6,7545 per dolar pada Kamis pagi.


Baca juga: Yen capai tertinggi 7-bulan didorong harapan perubahan kebijakan BoJ
Baca juga: Dolar menguat, terkerek lonjakan imbal hasil obligasi Pemerintah AS
Baca juga: Yen terus naik di Asia didukung perubahan kebijakan BoJ

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023