Dolar menguat terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya dan menyentuh level tertinggi satu minggu terhadap yen pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), didorong lonjakan imbal hasil obligasi Pemerintah AS dan ekspektasi investor untuk rebound dalam pertumbuhan China karena pembatasan COVID-19 dilonggarkan.Dengan tingkat infeksi mencapai ribuan per hari, tidak mengherankan jika tanggapan COVID China menjadi yang teratas dalam daftar kekhawatiran banyak analis tentang tahun 2023
Dolar menguat sebanyak 0,67 persen terhadap yen menjadi 134,40 di perdagangan Asia, terbesar sejak 20 Desember, ketika bank sentral Jepang (BoJ) membuat pasangan ini melemah dengan pelonggaran tak terduga dari pita kebijakan imbal hasil obligasi pemerintah Jepang 10 tahun.
Hari itu yen melakukan reli satu hari terbesarnya terhadap dolar dalam 24 tahun, ditutup 3,8 persen lebih tinggi, karena para pedagang berspekulasi tentang pelepasan stimulus.
Tetapi ringkasan pendapat dari pertemuan tersebut, yang dirilis pada Rabu (27/12/2022), menunjukkan para pembuat kebijakan mendukung kelanjutan kebijakan ultra-akomodatif, bahkan ketika mereka membahas prospek yang membaik untuk pertumbuhan upah yang lebih tinggi dan inflasi yang berkelanjutan tahun depan.
Dolar terakhir naik 0,55 persen terhadap yen Jepang di 134,240.
Baca juga: Dolar dibuka naik tipis di Asia, terkerek imbal hasil obligasi menguat
Jika imbal hasil obligasi pemerintah Jepang tetap stabil, kemungkinan tidak akan ada tekanan lebih lanjut pada BoJ "untuk mengambil langkah lain," kata Kepala Strategi Valuta Asing Global dBMO Capital Markets, Greg Anderson, di New York.
"Mereka dapat terus mengulangi apa yang mereka katakan pada konferensi pers: ini hanya penyesuaian teknis kecil. Kami telah melakukannya sebelumnya; tidak ada yang bisa dilihat di sini, kawan," katanya.
Menghancurkan pasar pada minggu terakhir tahun ini adalah pembongkaran cepat China dari kebijakan nol-COVID yang ketat yang telah sangat menghambat ekonominya selama hampir tiga tahun.
Investor harus menyesuaikan peningkatan aktivitas ekonomi karena konsumen dan bisnis China kembali ke keadaan normal sementara juga menghadapi dampak lonjakan infeksi.
"Dengan tingkat infeksi mencapai ribuan per hari, tidak mengherankan jika tanggapan COVID China menjadi yang teratas dalam daftar kekhawatiran banyak analis tentang tahun 2023," kata Analis DailyFX, David Cottle.
Baca juga: Dolar jatuh karena selera risiko meningkat, Aussie dan Kiwi melonjak
Di tempat lain, dolar Australia naik 0,22 persen menjadi 0,674 dolar AS, sementara dolar Selandia Baru menguat 0,65 persen menjadi 0,632 dolar AS.
Mata uang komoditas "bereaksi sedikit terhadap kenaikan minyak baru-baru ini, tapi itu saja," kata Kepala Valas Global Jefferies, Brad Bechtel.
"Dalam proses square-up yang sedang kita lalui, mungkin mata uang itu masih memiliki ruang untuk melayang lebih kuat," kata Anderson.
Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam rival utama, naik 0,202 persen menjadi 104,420. Indeks mencapai level terendah enam bulan di 103,44 dua minggu lalu, ketika Federal Reserve memperlambat laju kenaikan suku bunga.
Sterling naik 0,63 persen menjadi 1,211 dolar, karena pasar Inggris dibuka kembali setelah libur akhir pekan yang panjang. Namun, pound sterling terakhir turun 0,02 persen menjadi 1,203 dolar.
Euro turun 0,18 persen pada 1,06225 dolar, setelah diperdagangkan stabil di sekitar tertinggi enam bulan dalam beberapa minggu sejak Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde mengatakan bahwa kenaikan suku bunga perlu dilanjutkan.
Baca juga: Harga emas jatuh 7,30 dolar, tertekan ambil untung pasca-dolar menguat
Baca juga: Harga minyak turun, pasar khawatir lonjakan COVID dan permintaan China
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022