"Pencegahan stunting paling penting itu di sebelum lahir. Sebab, 23 persen bayi lahir stunting, sehingga perlu intervensi dengan cara memastikan jangan sampai ibunya anemia," kata Budi Gunadi Sadikin dalam Rakornas Kepala Daerah dan Forkopimda 2023 yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Selasa siang.
Budi mengatakan, stunting adalah kejadian kurang gizi yang berkaitan dengan intelektual anak pada kisaran 20 persen lebih rendah dari rata-rata. "Akibatnya kalau banyak stunting, membuat masyarakat kita 20 persen lebih bodoh," katanya.
Kondisi tersebut pada tataran sosial masyarakat, kata Budi, sangat mempengaruhi sektor pendapatan daerah, karena pengaruh kemampuan intelektual masyarakat yang kurang dari umumnya.
Baca juga: Nila Moeloek: Perspektif masyarakat kunci entaskan stunting
Baca juga: Menkes: Intervensi spesifik stunting perlu sebelum-setelah kelahiran
Budi mengatakan, Kementerian Kesehatan telah mengambil bagian dalam program penurunan stunting nasional hingga ke angka 14 persen pada 2024, melalui intervensi pemberian tablet penambah darah secara gratis kepada seluruh ibu hamil yang membutuhkan.
Angka kejadian anemia di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi anemia pada remaja sebesar 32 persen, artinya tiga hingga empat dari 10 remaja menderita anemia. Hal tersebut dipengaruhi oleh asupan gizi yang tidak optimal dan kurangnya aktivitas fisik.
Kementerian Kesehatan juga melakukan intervensi spesifik, salah satunya dengan menyelenggarakan Aksi Bergizi Nasional, dengan menggencarkan pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja puteri di sekolah maupun Puskesmas.
Untuk deteksi anemia, kata Budi, caranya dengan melakukan pengecekan darah secara rutin di fasilitas kesehatan terdekat. Kalau hasilnya di bawah 12, itu dikategorikan anemia sehingga perlu pemberian tablet penambah darah.
Selain itu, kata Budi, pencegahan stunting juga diterapkan melalui program pemberian makanan tambahan pada bayi usia 6--18 bulan. Tindakan dini yang bisa dilakukan adalah menimbang perkembangan tubuh anak di Puskesmas setiap sebulan sekali.
Jika dalam enam bulan bobot tubuhnya tidak meningkat, kata Budi, maka perlu asupan protein hewani. "Bukan biskuit makanannya. Tapi yang tepat protein hewani, bisa daging ayam, daging sapi, atau telur," katanya.*
Baca juga: Menkes: TTD dan pola hidup sehat harus mulai digalakkan sejak remaja
Baca juga: Menkes: Cuci tangan pakai sabun bagian terpenting tekan kematian bayi
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023