Pada 2022, lebih dari 300 anak, sebagian besar balita, di Gambia, Indonesia dan Uzbekistan meninggal akibat gangguan ginjal akut, yang dikaitkan dengan kontaminasi obat, kata WHO dalam pernyataan, Senin.
Obat batuk sirup yang dijual bebas itu memiliki kandungan dietilen glikol dan etilen glikol yang tinggi.
"Kedua kontaminan itu adalah kimia beracun yang digunakan sebagai pelarut industri dan bahan antibeku, yang bisa menjadi fatal meski diminum dalam jumlah kecil, dan seharusnya tidak boleh ada dalam obat-obatan," kata WHO.
Organisasi di bawah PBB itu mengatakan tujuh negara telah melaporkan temuan obat batuk sirup tercemar dalam empat bulan terakhir.
WHO menyerukan adanya tindakan di 194 negara anggotanya untuk mencegah lebih banyak kematian.
"Karena ini bukan insiden yang terisolasi, WHO menyerukan berbagai pemangku kepentingan utama dalam rantai pasokan obat untuk mengambil tindakan segera dan terkoordinasi," katanya.
WHO telah mengeluarkan peringatan pada Oktober dan awal bulan ini, yang meminta agar obat-obatan tertentu ditarik dari peredaran.
Obat-obatan tersebut diproduksi oleh Maiden Pharmaceuticals dan Marion Biotech di India, yang masing-masing dikaitkan dengan kematian di Gambia dan Uzbekistan.
WHO juga mengeluarkan peringatan tahun lalu bagi obat-obat batuk sirup buatan empat produsen Indonesia, yaitu PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical, PT Konimex dan PT AFI Pharma, yang dijual di dalam negeri.
Keempat perusahaan itu telah membantah produk mereka terkontaminasi atau menolak berkomentar saat penyelidikan berlangsung.
WHO menegaskan kembali seruannya agar produk-produk tersebut ditarik dari peredaran dan meminta negara-negara memastikan bahwa obat yang dijual disetujui oleh otoritas yang berkompeten.
Organisasi kesehatan itu juga meminta para pemerintah dan regulator mengerahkan sumber daya mereka untuk mengawasi produsen, meningkatkan pemantauan pasar dan mengambil tindakan jika diperlukan.
WHO meminta produsen obat untuk hanya membeli bahan baku dari pemasok yang memenuhi syarat, menguji produk mereka lebih menyeluruh, dan menyimpan catatan proses produksi.
Pemasok dan distributor harus memeriksa tanda-tanda pemalsuan dan hanya mendistribusikan atau menjual obat yang telah mendapat izin untuk digunakan, kata WHO.
Sumber: Reuters
Baca juga: Perusahaan sirup obat batuk India hentikan produksi
Baca juga: BPOM: Obat batuk paracetamol di Gambia tidak terdaftar di Indonesia
Baca juga: Obat batuk herbal bisa dibuat sendiri di rumah, ini resepnya
Pewarta: Anton Santoso
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2023