Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia melalui implementasi Kurikulum Merdeka yang dirancang secara matang diselaraskan dengan berbagai program Merdeka Belajar.Pergantian kurikulum bukan soal dokumen dan administrasi semata
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo mengatakan kurikulum itu dibuat sebagai kerangka yang fleksibel dan memerdekakan guru, tenaga pendidik, hingga peserta didik.
"Implementasi Kurikulum Merdeka dapat disesuaikan dengan visi-misi dan fasilitas yang dimiliki satuan pendidikan serta kebutuhan belajar murid di seluruh pelosok negeri. Dengan demikian, Kurikulum Merdeka dapat diterapkan di semua satuan pendidikan dan di semua daerah dengan beragam kondisi," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Sabtu.
Anindito mencontohkan praktik Kurikulum Merdeka terutama pembelajaran terdiferensiasi untuk literasi membaca sudah diterapkan oleh sekolah dan madrasah di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Menurut dia praktik itu mencerminkan esensi dari Kurikulum Merdeka berupa pembelajaran yang berpusat kepada murid.
Baca juga: Kemendikbudristek: Kurikulum Merdeka ciptakan pola belajar lebih baik
Baca juga: Mendikbudristek sebut Merdeka Belajar sebagai suatu gerakan
Bupati Lombok Tengah Pathul Bahri menuturkan transformasi pembelajaran yang diusung pemerintah pusat selaras dengan program Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah, yaitu mewujudkan masyarakat yang beriman, sejahtera, bermutu, dan berbudaya.
“Kurikulum Merdeka memberikan kesempatan yang lebih besar kepada guru untuk memperkuat kemampuan literasi, numerasi, dan karakter siswa. Keterampilan itu merupakan fondasi belajar yang akan menentukan kualitas sumber daya manusia (SDM) di masa depan," kata Pathul.
"Semakin baik kemampuan literasi, numerasi, dan karakter siswa, maka akan semakin baik pula prestasi belajar siswa itu di masa depan,” imbuhnya.
Kurikulum Merdeka mempunyai salah satu karakter utama yang fokus terhadap materi esensial dan menjadi penggerak upaya peningkatan kualitas pembelajaran. Karakter itu memberi ruang bagi guru untuk menyelenggarakan pembelajaran berdiferensiasi.
Anindito menjelaskan jika pembelajaran berdiferensiasi juga memberi ruang bagi guru untuk menggunakan beragam sumber belajar, jadi bukan hanya bergantung pada buku teks.
Bahkan, guru dapat memilih bab-bab tertentu dari sebuah buku teks atau menggunakan buku teks dari jenjang yang lebih tinggi atau lebih rendah sesuai dengan kebutuhan belajar murid.
Para guru juga diharapkan menggunakan atau memodifikasi berbagai sumber belajar lain selain buku teks, termasuk yang sudah disediakan dalam platform Merdeka Mengajar, katanya.
Selain fokus pada materi esensial, Kurikulum Merdeka juga memberi waktu khusus untuk pengembangan karakter yang sesuai dengan nilai Pancasila.
“Karena karakter tak cukup hanya dikembangkan melalui pelajaran akademik di kelas, maka ada sekitar 20 sampai 30 persen jam pelajaran yang bisa digunakan untuk aktivitas kokurikuler melalui projek penguatan profil pelajar Pancasila,” ujarnya.
Anindito mendorong para guru dan kepala satuan pendidikan untuk mempelajari lebih lanjut berbagai panduan yang dihadirkan Kemendikbudristek.
“Pergantian kurikulum bukan soal dokumen dan administrasi semata, tetapi bagaimana kita mendorong perbaikan pembelajaran di kelas untuk semua murid. Oleh karena itu, kami tidak membakukan dokumen-dokumen tertentu,” katanya.
Baca juga: Kemendikbudristek : Sudah tidak zaman pembelajaran guru model ceramah
Baca juga: Peneliti: Kurikulum Merdeka pulihkan pembelajaran siswa pascapandemi
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023