"Indonesia saat ini menuju pendekatan ekonomi kelautan yang berkelanjutan. Mewujudkan sustainable ocean economy tidak terlepas dari upaya perlindungan ekosistem laut dan pesisir, serta keanekaragaman hayati yang merupakan salah satu aksi prioritas mendukung kesehatan laut," kata Direktur Eksekutif IOJI Mas Achmad Santosa dalam kegiatan seminar tentang ekosistem karbon biru di Gedung Manggala Wanabakti, di Jakarta, Senin.
Santosa menuturkan kegiatan perlindungan dan restorasi ekosistem karbon biru di beberapa negara terbukti memberikan peluang biaya paling efektif untuk memberikan kontribusi terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca. Hal itu tercantum melalui laporan High Level Panel for a Sustainable Ocean Economy pada tahun 2020 lalu.
Di Indonesia, kehendak politik Presiden Jokowi yang menetapkan target rehabilitasi mangrove 600 ribu hektare sampai tahun 2024 mengindikasikan adanya kehendak politik yang kuat untuk memperkuat ekosistem karbon biru.
"Target besar rehabilitasi ditambah upaya konservasi yang terencana secara baik merupakan peluang besar untuk melindungi mangrove sebagai bagian dari ekosistem karbon biru secara efektif," ujar Santosa.
Pada G20 di Bali, Indonesia bersama anggota G20 lainnya berhasil menyepakati G20 Bali Leaders Declaration yang salah satu pasalnya mengakui pentingnya peran dan fungsi ekosistem mangrove dan lamun dalam perubahan iklim, serta komitmen G20 menghentikan dan memulihkan kehilangan dan kerusakan keanekaragaman hayati termasuk melalui solusi berbasis alam dalam adaptasi berbasis ekosistem, termasuk ekosistem mangrove.
Apabila mencermati diskursus keilmuan tentang ekosistem karbon biru saat ini, aspek ilmu pengetahuan tentang mangrove dan pendanaan karbon biru serta kompensasi lebih mendominasi literatur dan diskursus pada pertemuan-pertemuan ilmiah dibandingkan aspek governance.
"IOJI sebagai wadah think tank dan advokasi kebijakan yang antara lain bertujuan mendukung upaya-upaya pemerintah mengarusutamakan sustainable dan equitable ocean governance melakukan studi ekosistem karbon biru governance untuk mengisi kekosongan itu," ucap Santosa.
"Dan tentu saja untuk Indonesia sebagai pemilik ekosistem karbon biru terbesar di dunia, kajian aspek governance yang berbasis bukti ilmiah diperlukan saat ini," imbuhnya.
Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa setidaknya ada enam elemen tata kelola ekosistem karbon biru yang perlu dikembangkan dan diperkuat di Indonesia, antara lain kerangka hukum dan kebijakan nasional, penataan kelembagaan, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, keamanan tenurial, pengawasan dan penegakan hukum, serta pendanaan dan pendistribusian manfaat secara berkeadilan.
Baca juga: KLHK: Ekosistem karbon biru jadi upaya mitigasi perubahan iklim
Baca juga: KLHK tegaskan komitmen memperkuat ekosistem karbon biru di Indonesia
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023