"Faktanya, bukan orang kaya yang paling banyak menggunakan BPJS Kesehatan. Justru, yang paling banyak memanfaatkan BPJS Kesehatan dengan biaya terbesar adalah kelompok PBI," ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti saat diskusi publik Outlook 2023 dikutip di Makassar saat Webinar secara daring, 10 tahun Program JKN dari Jakarta, Senin.
Ghufron menyebutkan jumlah kasus pemanfaatan lebih dari 31 juta kasus dengan biaya lebih dari Rp27,5 triliun. Sementara, penyakit dengan biaya terbesar yang paling banyak dimanfaatkan oleh PBI adalah penyakit jantung, sebesar 4,2 juta kasus dengan biaya Rp3,2 triliun.
"Terlihat paling diuntungkan dan terbantu atau
paling banyak dana JKN digunakan adalah peserta PBI," kata Ghufron.
Baca juga: BPJS Kesehatan: 10 tahun JKN merevolusi layanan kesehatan Indonesia
Baca juga: BPJS Kesehatan anggarkan Rp9 triliun untuk merespons program skrining
Ia menyatakan BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara Program JKN sudah matang
menjalankan tugasnya. Pelaksanaan JKN selama ini sudah di jalur yang benar (on the right track), bahkan ada perbaikan terus menerus dilakukan secara nyata.
Menurut dia, untuk menciptakan ekosistem JKN yang sehat, semua pihak harus mengoptimalkan kerja sama sesuai dengan peran, kewenangan, dan tanggung jawabnya masing-masing. Sebagai satu-satunya institusi, kemandirian lembaga BPJS Kesehatan perlu dijaga bersama, agar terhindar dari intervensi manapun.
"Program jaminan sosial ini satu-satunya bentuk gotong royong bangsa yang riil dirasakan masyarakat luas dan terasa sekali negara hadir di dalamnya," papar dia.
Ghufron memaparkan, kepesertaan JKN sejauh ini telah melonjak pesat dari 133,4 juta jiwa pada tahun 2014, naik menjadi 248,7 juta jiwa pada 2022. Artinya, saat ini lebih dari 90 persen penduduk Indonesia telah dijamin Program JKN.
Khusus untuk peserta JKN dari segmen non Penerima Bantuan Iuran (PBI), yang mencakup
Pekerja Penerima Upah (PPU), Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), dan Bukan Pekerja, tahun 2014 berjumlah 38,2 juta jiwa. Dan di tahun 2022, angka tersebut meningkat drastis menjadi 96,9 juta jiwa.
Dalam kurun waktu hampir 10 tahun, kata dia, penerimaan iuran JKN juga mengalami surplus menjadi lebih dari Rp100 triliun, dari tahun 2014 sebesar Rp40,7 triliun naik menjadi Rp144 triliun di tahun 2022 .
Meski demikian, ia mengungkapkan di masa awal beroperasi, BPJS Kesehatan sempat mengalami defisit. Namun, berbagai upaya dilakukan hingga Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan yang dikelola berangsur membaik, bahkan kini dalam kondisi sehat.
Keuangan DJS per 31 Desember 2022 kini tercatat sebesar 5,98 bulan estimasi pembayaran klaim ke depan, sesuai ketentuan yang berlaku.
Diskusi tersebut dihadiri nara sumber Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena, Deputi Bidang Pembangunan Manusia Kantor Staf Presiden (KSP), Abetnego Tarigan, Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi. Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Kunta Wibawa Dasa.
Lalu, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Segara Research,s Piter Abdullah, Koordinator Advokasi Jaminan Sosial BPJS Watch Timbul Siregar, Pengamat Jaminan Sosial Chazali Situmorang, serta Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Yuli Farianti.*
Baca juga: BPJS : Cakupan kepesertaan JKN Sumbar baru 87,96 persen
Baca juga: BPJS Kesehatan Bandarlampung: Kepesertaan mandiri 388.127 jiwa
Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023