Kalau saya bilang, stunting itu penyebabnya bisa kurang gizi, bisa disebabkan karena masuknya (asupan gizi) kurang atau keluarnya kebanyakan. Biasanya karena infeksi
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebut terjadinya stunting pada anak berkolerasi erat dengan berbagai macam penyakit yang menyebabkan infeksi berulang.
“Kalau saya bilang, stunting itu penyebabnya bisa kurang gizi, bisa disebabkan karena masuknya (asupan gizi) kurang atau keluarnya kebanyakan. Biasanya karena infeksi,” kata Menkes Budi Gunadi dalam webinar "Cegah Stunting, Cegah Infeksi Pada Anak" yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Menkes menekankan terdapat dua penyakit yang dicatat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) paling banyak membuat anak mengalami infeksi berulang yakni pneumonia atau infeksi akut di saluran pernafasan bagian bawah yang mempengaruhi paru-paru dan diare.
Infeksi berulang dari kedua penyakit itu, kata dia, biasa terjadi akibat lingkungan tempat tinggal yang belum bisa dikatakan layak huni dan anak yang belum dipenuhi haknya mengikuti imunisasi dasar rutin, sehingga berpengaruh terhadap penyerapan semua zat gizi dari makanan yang dikonsumsi.
Baca juga: Menkes: Stunting banyak ditemukan pada anak usia 6 hingga 24 bulan
Sebagai bentuk perlindungan pada anak Indonesia, Kemenkes menambah vaksin PCV untuk mengatasi pneumonia dan rotavirus bagi diare, dalam program imunisasi dasar yang wajib diberikan pada anak.
“Kita harus pastikan menjaga agar seluruh anak atau balita Indonesia, jangan sampai terkena infeksi sehingga gizinya tidak terlalu banyak yang keluar, bisa dimanfaatkan untuk pertumbuhan mereka,” kata Menkes.
Oleh karenanya Menkes berpesan agar orang tua dapat lebih menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal anak-anak dan segera mengajak anak untuk mendapatkan vaksin yang diberikan secara gratis.
Lebih lanjut Menkes Budi Gunadi mengatakan stunting perlu menjadi perhatian karena memiliki tahapan yang sama layaknya proses kanker.
Baca juga: Menkes: Tablet tambah darah intervensi penting di siklus stunting
Pada tahapan pertama, anak akan mengalami weight faltering atau berat badan anak tidak mengalami kenaikan. Jika dalam kondisi ini tidak segera ditindak lanjuti, maka anak akan cepat mengalami underweight atau berat badan turun di bawah rata-rata.
“Kalau ini juga tidak tertangani dengan baik, dia masuk ke moderate acute malnutrition atau gizi kurang, kalau ini tidak tertangani dengan baik lagi dia masuk severe acute malnutrirtion atau gizi buruk, baru stunting. Jadi yang perlu disadari adalah jangan biarkan anak-anak kita jadi stunting,” kata Menkes.
Menkes mengingatkan menimbang berat badan anak merupakan intervensi dalam taraf yang paling awal. Jika selama dua kali menimbang berat badan anak tidak naik, maka orang tua harus segera melakukan intervensi di puskesmas.
Salah satunya melalui makanan pendamping berupa protein hewani dari telur, ikan, ayam, atau daging. Bukan biskuit atau makanan karbohidrat lainnya.
“Balita yang sudah masuk stunting itu sulit sekali untuk kembali normal karena sudah telat, rata-rata di Indonesia yang bisa kembali normal hanya lima persen. Paling baik kalau intervensi dijaga 20 persen. Makanya kalau bisa jangan masuk stunting, itu ada tahapan-tahapan seperti kanker,” kata Menkes Budi Gunadi Sadikin.
Baca juga: Menkes: Intervensi spesifik stunting perlu sebelum-setelah kelahiran
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023