Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu, berharap markas tersebut memperkuat sistem peringatan dini multibencana di wilayah timur Indonesia.
"Selain itu juga semakin memudahkan masyarakat untuk mendapatkan layanan data dan informasi MKG untuk seluruh wilayah NTT," katanya.
Fasilitas Pelayanan Terpadu BMKG Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Operasional Radar Cuaca Kupang, diresmikan oleh Dwikorita Kamis (2/2).
Markas pelayanan terpadu BMKG yang menempati tanah seluas 8.670 meter persegi tersebut dibangun untuk memperkuat mitigasi multibencana geo-hidrometeoroligi untuk mencegah terjadinya korban jiwa.
Fasilitas Pelayanan Terpadu itu juga disiapkan untuk kegiatan layanan di berbagai sektor pembangunan demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Sektor tersebut meliputi sektor transportasi, infrastruktur, pertanian dan perikanan, sumber daya energi, energi, lingkungan hidup, kesehatan, pariwisata industri, perdagangan, hingga perindustrian.
Adapun lahan untuk pembangunan fasilitas terpadu tersebut merupakan hibah dari Pemerintah Provinsi NTT kepada BMKG.
Dwikorita yang juga Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut menyebut, wilayah NTT merupakan daerah rawan gempabumi dan tsunami karena diapit beberapa sumber pembangkit gempa aktif.
Di NTT bagian utara terdapat Sumber Gempa Sesar Naik Flores (Flores Thrust), Sesar Naik Sawu (Sawu Thrust) dan Sesar Semau (Semau Thrust).
Kemudian di bagian selatan terdapat sumber gempa pada bidang kontak Zona Megathrust yang memiliki kekuatan maksimum mencapai M8,5, serta Jalur Sesar Naik dan Lipatan Timor (Timor Fold and Thrust Belt-FTB).
Sejarah mencatat, bencana gempa bumi merusak dan tsunami sudah sering kali terjadi di NTT, seperti pada tahun 1855, 1891, 1896, 1908, 1919, 1977, 1979, 1982, 1991, 1992 dan 2004.
Sementara itu, berdasarkan data kejadian bencana di NTT yang bersumber dari data bencana BPBD Provinsi NTT, bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, curah hujan ekstrem, dan puting beliung adalah bencana yang paling banyak terjadi setiap tahun di NTT.
Adapun bencana paling besar adalah pada saat kejadian Siklon Tropis Seroja pada 5 April 2021, yang mengakibatkan ratusan orang meninggal dunia dan mencatatkan kerusakan infrastruktur yang cukup banyak.
Dwikorita mengatakan Indonesia bukan merupakan daerah lintasan siklon tropis, tapi keberadaan siklon tropis di sekitar Indonesia, terutama yang terbentuk di sekitar Pasifik Barat Laut, Samudra Hindia Tenggara, dan sekitar Australia akan mempengaruhi pembentukan pola cuaca di Indonesia.
Perubahan pola cuaca akibat adanya siklon tropis inilah, lanjut Dwikorita, menjadikan siklon tropis memberikan dampak tidak langsung terhadap kondisi cuaca di wilayah Indonesia.
Siklon tropis yang terbentuk di sekitar perairan sebelah utara maupun sebelah barat Australia seringkali mengakibatkan terbentuknya daerah pertemuan angin di sekitar Jawa atau Laut Jawa, NTB, NTT, Laut Banda, Laut Timor, hingga Laut Arafuru.
"Pertemuan angin inilah yang mengakibatkan terbentuknya lebih banyak awan-awan konvektif penyebab hujan lebat di daerah tersebut," katanya.
BMKG mempercepat proses pembangunan fasilitas terpadu BMKG di NTT beserta sistem dan infrastrukturnya, agar dapat meminimalisasi risiko multi bencana geo-hidrometeorologi melalui kecepatan, ketepatan, dan keakuratan informasi peringatan dini cuaca, iklim, dan tsunami.
Dwikorita mengatakan, dalam fasilitas tersebut juga dibangun Radar Cuaca C-Band yang mampu mendeteksi fenomena cuaca setiap 10 menit dengan jangkauan wilayah mencapai radius maksimal hingga 350 km.
"Keberadaan radar ini sangat penting untuk pemantauan potensi hujan ekstrem secara real time di wilayah NTT dalam cakupan deteksinya, sehingga sangat berguna dalam proses pembuatan informasi peringatan dini cuaca ekstrem," ujarnya.
Sementara itu, Plt. Sekda Provinsi NTT, Yohanna Lisapaly dalam sambutannya meyakini keberadaan gedung BMKG terpadu di NTT mampu memberikan manfaat besar, khususnya dalam sistem peringatan dini bencana dan cuaca ekstrem yang kerap melanda NTT.
Hadir dalam peresmian tersebut Sekertaris Utama BMKG Dwi Budi Sutrisno, Deputi Meteorologi Guswanto, Plt Deputi Klimatologi Dodo Gunawan, Kapolda NTT Irjen Pol Johni Asadoma, Komandan Lantamal VII Kupang, Sekda Kota Kupang, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi NTT, Danlanud El Tari Kupang, dan Kepala Stasiun Geofisika Kupang BMKG.
Baca juga: Kepala BMKG: SLI efektif edukasi perubahan iklim
Baca juga: Kepala BMKG: KGTI kembangkan sistem processing InaTEWS Merah Putih
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023