"Mungkin perbedaannya adalah sekarang kita akan melihat konsumen yang mengejar quality spending. Atau pelaku-pelaku sektor digital ini mengejar konsumen yang quality spending, bukan hanya volume," kata Fithra saat konferensi pers Gojek Outlook 2023 di Jakarta, Selasa.
Adopsi layanan digital telah terakselerasi selama pandemi. Fithra mengatakan saat ini perubahan perilaku masyarakat sudah berubah menjadi serba digital dan hal ini masih menyimpan peluang untuk pertumbuhan ekonomi.
Apabila pada masa awal-awal platform on-demand terbentuk, salah satu contohnya yaitu Gojek, perusahaan berfokus pada strategi dalam hal meningkatkan user volume atau jumlah konsumen. Namun pada masa pasca-pandemi, perusahaan digital mulai mengejar konsumen yang cenderung mau mengeluarkan uang lebih untuk mendapatkan kualitas layanan.
"Kalau kita lihat dari proporsi konsumen itu top 20 percent of income sekarang sedang keluar duit. Sehingga saya rasa ini akan memicu semacam trickle-down dan memacu konsumsi secara umum," ujar Fithra.
Dia menilai dua sektor yang dapat mencakup ekonomi digital tumbuh cukup signifikan selama pandemi tahun lalu. Sektor transportasi dan pergudangan tumbuh 25,81 persen, serta sektor akomodasi dan makanan tumbuh 17,5 persen. Namun permasalahannya, menurut Fithra, masing-masing sektor tersebut memiliki kontribusi yang masih cukup rendah terhadap keseluruhan sektor.
"Kalau kita lihat dari sektor transportasi itu cuma 5 persen, kalau untuk akomodasi dan makanan itu cuma 2,32 persen," imbuh dia.
"Artinya, dalam konteks ini, oke, tumbuh. Tapi selalu saya melihatnya dari sisi setengah gelas penuh, there were always room for improvement, artinya market is growing," kata Fithra.
Baca juga: Pemerintah optimistis ekonomi digital tumbuh dua kali lipat pada 2025
Baca juga: Pelaku usaha di Depok diminta segera manfaatkan pembayaran digital
Baca juga: Potensi ekonomi digital Indonesia 2025 mencapai 146 miliar dolar AS
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2023