“P2G menilai kebijakan Pemprov NTT masuk sekolah pukul 05.00 Wita tampaknya tidak melalui kajian akademis terlebih dulu,” kata Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan seharusnya ada kajian secara filosofis, sosiologis, pedagogis, termasuk geografis, mengingat banyak di NTT yang jarak antara rumah siswa atau guru dengan sekolah cukup jauh, bahkan ada yang lebih dari lima kilometer.
Bahkan, menurutnya, kebijakan ini juga tidak berkorelasi dengan capaian kualitas pendidikan di NTT karena hingga saat ini masih terdapat banyak masalah.
Baca juga: FSGI minta kebijakan masuk sekolah pukul 05.00 WITA di NTT dibatalkan
Beberapa masalah di antaranya NTT menjadi provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi sebesar 37,8 persen berdasarkan data Kemenkes pada 2021 serta IPM NTT 65,28 yang peringkat ke-32 dari 34 provinsi berdasarkan data BPS pada 2021.
Selain itu, masih banyak ruang kelas di sekolah dalam kondisi rusak yakni 47.832 kelas berdasarkan data NPD Kemdikbudristek pada 2021.
Selain it, 66 persen SD belum dan berakreditasi C, 61 persen SMP belum dan berakreditasi C, 56 persen SMK belum dan berakreditasi C serta ribuan guru honorer di NTT diberi upah jauh di bawah UMK/UMP yaitu antara Rp200 ribu sampai Rp750 ribu per bulan.
"Mestinya kebijakan pendidikan pemprov fokus saja pada masalah yang esensial dan pokok di atas. Bisa dikatakan Pemprov NTT menggaruk yang tidak gatal,” kata Satriwan.
Baca juga: Ombudsman: Kaji kembali kebijakan sekolah mulai 05.00 WITA di NTT
Baca juga: Balai Guru Penggerak NTT bentuk komunitas guru penggerak di sekolah
Baca juga: Anak-anak NTT berselancar mengenal dunia melalui bahasa ibu
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2023