Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan respons tidak tepat yang dilontarkan berbagai pihak atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berpotensi membawa masalah yang lebih besar bagi kepatuhan masyarakat terhadap lembaga peradilan.
"Sekali kekuasaan pengadilan ramai-ramai kita serang seperti ini, besok-besok masyarakat akan tidak lebih patuh lagi," kata Habiburokhman dalam Forum Legislasi dengan Tema 'Memaknai Konstitusi dalam Sistem Peradilan Pemilu' di Ruang Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu.
Habiburokhman mengatakan bahwa berbagai respons tidak tepat sejumlah pihak dengan berbagai narasi yang tanpa pembuktian justru berpotensi melanggar independensi hakim, alih-alih mengedepankan upaya hukum.
Menurut dia, hampir 90 respons publik atas putusan PN Jakarta Pusat yang "berseliweran" di media massa didominasi kecaman dan tuduhan, tanpa disertai pembuktian.
"Besok di perkara lain enggak ada lagi wibawa pengadilan. Siapa saja yang tidak suka dengan putusan pengadilan bisa menuduh dengan seenaknya, 'pasti ada main', 'abaikan saja', dan segala macam, tanpa melakukan upaya hukum," ujarnya.
Untuk itu, dia menilai selain hanya membuat kegaduhan, pernyataan tidak tepat yang sifatnya reaktif dan spekulatif juga mengesampingkan upaya hukum yang seharusnya menjadi perhatian utama.
"Jangan sampai kita sibuk di media membuat kegaduhan permasalahan ini, kita lupa kalau putusan itu harus segera dibanding dan isi memori banding itu harus berkualitas. Itu yang bahaya," ucapnya.
Baca juga: KPU RI tunggu undangan Komisi II DPR terkait RDP putusan PN Jakpus
Baca juga: KPU ajukan banding putusan PN Jakpus pekan ini
Baca juga: KPU RI tunggu undangan Komisi II DPR terkait RDP putusan PN Jakpus
Baca juga: KPU ajukan banding putusan PN Jakpus pekan ini
Ia mempertanyakan sikap Komisi Yudisial (KY) yang akan memeriksa dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) Majelis Hakim PN Jakarta Pusat terkait putusan penundaan pemilu.
"Kalau misalnya dia ada bukti satu mobil dengan pihak berperkara atau menerima sesuatu dan lain sebagainya (mungkin bisa). Tapi karena putusannya dipanggil bisa enggak? Logikanya di mana? Ini sama memalukannya dengan putusan yang kita pertanyakan tersebut," imbuhnya.
Habiburokhman lantas menyatakan dukungan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melakukan upaya hukum banding.
Ketimbang hanya membuat kegaduhan di media massa, kata dia, respons berbagai pihak yang tidak setuju terhadap putusan PN Jakarta Pusat lebih baik dialihkan untuk membantu KPU menyusun materi banding agar menang di pengadilan tinggi.
"Kita semua dukung ini, banyak profesor, dan doktor dari berbagai kampus, masukkan semua teori-teorinya tersebut, ketidaksepakatan dengan putusan pengadilan. Lalu kita kurangi hal-hal yang tidak tepat," tuturnya.
Ia meminta berbagai pihak untuk berhati-hati dalam menyampaikan pendapatnya atas putusan PN Jakarta Pusat tanpa disertai pembuktian dan mengutamakan pendekatan melalui upaya hukum.
"Jangan kita menganggap sesuatu yang kita anggap 'ngawur' tapi kita meresponsnya dengan 'ngawur', kan kita sepakat kita negara hukum," kata Habiburokhman.
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023